"Jangan berfikiran yang aneh-aneh. Ini asli diriku. Urusan Luna biar nanti aku yang urus. MENGERTI. Sekarang tidur sudah malam!!!!" ketika aku hendak bersuara Verno mendekat padaku, lalu memelukku dengan erat. Membawaku kepalaku untuk bersandar pada dada bidangnya yang terasa nyaman. Dan lambat-laun kenyamanan itu membuatku terlena untuk terelap tidur.
***
Pagi mulai menjelang. Kedua insan yang tengah tertidur dengan saling berpelukan itu tak kunjung bangun. Melupakan kesibukan pagi mereka yang harusnya sudah mulai berbenah diri untuk berangkat ke kantor. Melupakan sejenak pertengakaran yang terjadi diantara keduanya.
Hingga salah satu dari mereka bangun.
"Far, bagun udah pagi," Verno mencoba membangunkan Fara dengan menguncangkan tubuh milik wanita yang tengah terlelap di sampingnya itu.
"Enghh...pusing," gumamnya tak jelas dengan masih mempertahankan matanya yang terpejam. Gumaman tak jelas dari Fara membuat Verno mendaratkan telapak tanya ya diatas dahi milik wanita yang mengeluh pusing disampingnya.
Suhu yang cukup tinggi ia dapatkan setelah mengecek suhu badan Fara. Dia jadi bingung, belum pernah menangani orang sakit sebelumnya.
"Far, kamu sakit. Kita ke dokter sekarang!!" ucapnya dengan panik.
"Nggak mau. Minta obat penurun panas aja," tolaknya yang tak mau di bawa ke dokter.
***
"Far, bagun udah pagi," Tubuhku terasa diguncang oleh seseorang. Ingin membuka mata tapi rasanya berat sekali. Kepala ku juga terasa pening. Berdenyut hebat. "Enghh...pusing," erangku karna sudah tak mampu menahan rasa sakit lagi.
Ku rasakan sentuhan di dahiku. Sepertinya Verno tengah mengecek suhu badanku yang panas ini. Ini pasti gara-gara hujan-hujanan kemarin. Berimbas pada kondisi tubuhku sekarang.
"Far, kamu sakit. Kita ke dokter sekarang," dia terlihat sangat panik begitu mengetahui suhu badanku.
"Nggak mau. Minta obat penurun panas aja."tolakku. Demam ini pasti tidak akan bertahan lama. Jadi aku tak mau di bawa ke dokter.
"Bentar. Aku panggil pelayan dulu buat ambil obatnya," kemudian dia turun dari ranjang dan pergi keluar.
Sekembalinya Verno ke kamar, dia membawa nampan berisi mangkuk lengkap dengan minumnya. Tak lupa botol kecil di atas nampan, yang merupakan obat pesananku.
"Makan dulu, baru minum obatnya!" perintahnya yang kemudian menyuapiku sesendok bubur yang masih mengepulkan asap. Tanda baru selesai di masak.
Baru beberapa suap, perutku terasa seperti diaduk-aduk. Rasanya mual. Tak tertahankan aku berlari ke arah kamar mandi dan memuntahkan bubur yang tidak seberapa itu ke wastafel. Rasanya tubuku lemas semua dan berakhir jatuh terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Menyandarkan kepalaku di tembok sebelahku.
"Kamu terlihat tak baik-baik saja. Sebaiknya kamu harus ke dokter," ucap Verno begitu dia sampai di kamar mandi. Melihatku yang sudah tidak berdaya, membuatnya menggendongku ala bridal dan membaringkanku di atas ranjang. Menyelimutiku sampai sebatas leher.
"Kalau kamu nggak ingin menemui dokter. Biar dokternya saja yang ke sini!" ujarnya.
"Verno aku nggak mau. Cukup minum obat penurun panas saja, aku mohon!" aku bersi keras menolak keputusannya kali ini. Ini hanyalah demam biasa, tak perlu berlebihan. Karena kasihan mungkin, akhirnya ia mengalah, lalu menyodorkan segelas air dan sebutir obat penurun panas.
"Kamu ke kantor aja. Hari ini aku izin, nanti akan ku beri tahu orang kantor!" ucapku lemah. Perlahan kesadaranku tertelan karena efek samping obat yang ku minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel
General FictionKehidupan seorang Verno Federic yang tadinya dingin berubah lebih hangat ketika seorang gadis bernama Faradina Anatasya datang dihidupanya. *** "Saya tau saya salah, tapi ini tak sebanding dengan kesalahan yang saya...