"Selamat istirahat my bear." ucap Fara terakhir kali diikuti kecupan manis didahi Verno yang tertutup rambut.
***
Verno terbangun saat matahari mulai menyingsing tinggi. Dingin. Kosong. Dia menyadari suatu hal yang membuat hatinya kembali risau. Ia tak melihat kehadiran Fara di sampingnya. Apa semua itu mimpi? Tapi kenapa sangat terlihat nyata. Ia benci jika seperti ini, dia sangat merindukan sosok istrinya disampingnya.
Verno kehilangan kendali emosinya. Dia meledak. Membung selimut yang ia pakai. Berjalan ke arah meja rias milik Fara. Verno bercermin, penampilannya sangat jauh dari kata baik. Untuk itu ia memukul cermin itu dengan kuat hingga kaca itu pecah berserakan. Tak memperdulikan jika tangannya ikut terluka. Ia mengobrak-abrik benda yang bisa ia gapai, lalu membantingnya. Sampai keadaan kamarnya yang tadinya rapi berganti seperti diterjang angin topan. Rusak sana-sini.
"Ya ampun Ver!!! Apa yang kamu lakuin!!!" teriak Fara dari depan pintu. Suara Fara tersebut langsung membuat Verno mendongakan kepalanya. Sekarang ia berpikir. Apa sekarang dia sedang berhalusinasi?
Fara berjalan mendekat. Ketika tadi ia mendengar suara gaduh dari kamarnya ia segera berlari. Memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Dia sangat terkejut saat mendapati kamarnya sangat berantakan. Terlebih ia melihat Verno yang duduk dilantai dengan menelungkupkan wajahnya dikedua lututnya.
"Hey! Kamu kenapa?" tanya Fara dengan intonasi yang ia buat selembut mungkin. Ia meraih tangan Verno yang meneteskan darah segar di jari-jari tangannya.
"Aku lagi nggak mimpi kan? Ini beneran kamu kan Far? Iya kan Far!!" tanya Verno berulang kali. Fara tak lantas menjawabnya namun ia segera menarik tubuh lemah suaminya itu ke dalam pelukannya. "Iya ini aku, kamu kenapa?" tanya Fara kembali sambil mengusap punggung Verno yang bergetar. Dia tengah menangis, memperlihatkan sisi rapuhnya yang sangat bertolak belakang dengan sikap dinginnya selama ini.
"Waktu aku bangun, kenapa kamu nggak ada di samping aku! Aku takut kamu ninggalin aku dan aku takut kalau kemarin itu cuman mimpi," jelas Verno saat ia sudah mendapatkan ketenangannya kembali.
"Buktinya itu semua bukan mimpi Ver, aku emang nyata disini. Soal aku nggak ada saat kamu bangun, aku lagi di dapur buatin kamu bubur buat kamu sarapan." Verno terdiam begitu Fara menyelesaikan penjelasannya.
Melepaskan pelukan Fara. Lalu merangkum wajah istrinya dengan pandangan sayu, "jangan tinggalin aku lagi, you 'll be promise to me." setelah itu Verno memcium lembut bibir istrinya. Sangat lembut seringan kapas. Seolah dia benar-benar memuja Fara dalam hidupnya. Menjadikannya sebagai ratu di hatinya.
"Yes I will," jawab Fara dengan senyuman lebar saat Verno telah selesai dengan kegiatannya.
Fara berdiri, setelah itu ia menawarkan uluran tangannya pada Verno. Membantu pria itu untuk bangkit.
"Pertama-tama kita perlu obatin luka kamu dulu!" Ia mengajak Verno untuk duduk ditepi ranjang. Selepas itu Fara berjalan ke arah laci nakas di samping ranjang, mengambil kotak obat di dalamnya yang akan ia gunakan untuk mengobati luka di tangan milik pria yang tangah duduk memandangi segala gerak-geriknya.
"Kamu nggak mikir apa? Yang kamu lakuin itu melukai diri kamu sendiri. Lain kali kamu nggak boleh kayak gini lagi, apa pun alasannya jangan coba-coba buat kayak gini lagi." disepanjang ia mengobati luka ditangan Verno, Fara terus melayangkan nasihatnya. Dan Verno hanya diam, tidak tahu apa yang harus ia katakan. Cukup adanya Fara di sampingnya sudah membuatnya bahagia. Tidak perlu hal lain lagi, bahkan jika ia harus jatuh miskin sekalipun asalkan Fara masih disisinya ia rela menjalani hidupnya.
Fara selesai mengobati Verno. Ia pergi mengambil bubur yang tadi ia simpan di atas nakas. "Sekarang kamu makan, abis itu minum obatnya!" perintahnya dengan menyodorkan semangkuk bubur untuk Verno. Namun Verno tak lantas menerimanya dan malah menatapnya dalam diam.
"Kenapa nggak diambil? Kamu harus makan Ver, biar cepat sembuh!" Fara sedikit geram ketika Verno tak kunjung menerima bubur itu.
Verno mengangkat tangan kanannya yang terbalut perban, "Suapin, aku nggak bisa makan sendiri." ujar Verno dengan memohon. Lagi pula ia ingin bermanja-manja dengan istrinya itu. Dia kan sedang sakit, wajar kan kalau ingin diperhatikan lebih oleh Fara. Terlebih Fara baru saja kembali setelah membuatnya jadi sakit seperti ini.
Fara menghela nafasnya pelan, ia mengambil duduk disamping Verno. Mulai menyendok bubur yang ia buat lalu menyuapkannya pada Verno.
Baru dua suapan, perut Verno kembali bergejolak. Ia merasa mual, dan berlari ke arah kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya.
Fara segera menyusul Verno, membantu dengan memijat tengkuk milik Verno. "Kita ke rumah sakit aja ya, aku khawatir sama kamu!!" ujar Fara dengan penuh keprihatinan. Verno terduduk dilantai dengan lemas. Memeluk kaki Fara dengan menyandarkan kepalanya.
"Mau nggak mau kamu harus setuju, abis ini kita ke rumah sakit." ujar Fara final.
****
"Suami saya kenapa dok?" tanya Fara ketika dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Verno.
"Suami ibu hanya kelelahan dan juga sering telat makan selebihnya kondisinya baik-baik saja." jelas dokter tersebut.
Fara jadi teringat dengan novel yang sering ia baca. Apa ini ada hubungannya dengan kehamilannya.
"Emm... Dok, saya kan sedang hamil tapi kenapa saya tidak mengalami mual atau hal lain ya, apa mungkin suami saya yang merasakannya?" tanya Fara penasaran.
"Itu bisa saja. Kemungkinan mual yang suami anda rasakan karena dipicu morning sickness dan itu hal biasa yang kerap kali dialami pasangan lainnya."
Fara menganggukan kepalanya tada mengerti, "terima kasih dok," ujar Fara disertai senyuman.
"Sama-sama, kalau begitu saya pamit undur diri!"
Fara menghampiri Verno yang tengah berbaring di ranjang. Endingnya Verno tak mau diajak ke rumah sakit, oleh sebab itu Fara memutuskan untuk memanggil dokter pribadi saja ke mansionnya.
"Kamu istirahat yang banyak biar cepet sembuh. Aku kebawah dulu buatin kamu wedang jahe biar mualnya hilang!" Verno menggeleng, tak ingin ditinggalkan sendiri ingin ditemani.
"Suruh asisten aja, kamu disini." Fara menggelengkan kepalanya. Jika sedang begini, Verno benar-benar manja.
"Ver!" Fara memberi peringatan.
"Sayang!!" rengeknya seperti anak kecil dengan menarik-narik tangannya.
"Huh....iya-iya. Aku nggak pergi, sekarang tidur!"
"Sama kamu!" ia mencebikkan bibirnya tanda meminta Fara untuk bergabung bersamanya.
"Kayak anak kecil, kamu itu mau jadi papa tapi kenapa sifatnya kayak anak kecil gini sih!" herannya
"Kenapa? Nggak suka? Aku marah sama kamu!!" ucap Verno sebelum ia menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.
Fara jadi heran. Kemana perginya Verno yang dingin itu. Kenapa sekarang malah jadi anak kecil seperti sekarang. Merajuk tak ingin di tinggalkan. Mungkinkah semua tingkah Verno ini merupakan bawaan bayinya, tanpa sadar Fara mengusap perutnya yang masih rata. "Lihat tuh nak, papa kamu kayak anak kecil!" Fara mengajak calon anaknya berbicara.
Setelah berpikir sejenak tak enak juga melihat Verno sekarang. Pasti sangat tersiksa dengan rasa mual yang tak kunjung reda, apalagi ditambah demam, mungkin itu juga yang menyebabkan Verno jadi manja.
"Papa jangan marah lagi ya sama mama, mama temenin papa istirahat ya!" ujar Fara dengan menirukan suara anak kecil begitu bergabung merebahkan tubuhnya di sisi ranjang yang masih kosong. Dan Verno langsung membuka selimutnya, beralih memandang Fara di sampingnya.
"Gimana aku bisa marah, kalau kamu imut kayak gini!!" Verno mencubit pipi istrinya gemas. Kemudian memeluk Fara erat. Menumpukan dagunya di kepala istrinya.
"I love you sayang!" ucapnya diakhiri dengan kecupan manis di pucuk kepala milik Fara.
"me too." jawab Fara dengan mendongakkan kepalanya ke atas. Mencari manik hitam yang menatapnya penuh cinta dan kasih sayang.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel
Ficción GeneralKehidupan seorang Verno Federic yang tadinya dingin berubah lebih hangat ketika seorang gadis bernama Faradina Anatasya datang dihidupanya. *** "Saya tau saya salah, tapi ini tak sebanding dengan kesalahan yang saya...