Alvin’s pov
04:00 WIBAku menatap dapur yang gelap dalam diam, belum masuk waktu Subuh dan aku tidak bisa tidur. Harusnya hari ini aku menginap di rumah Papa seperti yang ku rencanakan, namun batal karena masalah Alvan dan Emma. Tak bisa ku bayangkan jika jadi Alvan, patah hati yang dirasakannya bukan karena masalah sepele. Semoga saja dia bisa melewati ini dan kembali menjadi Alvan yang biasanya.
“Sudah bangun sayang?” suara lembut Mama membuatku berjalan mendekatinya dan memeluknya erat. Aku juga merasakan bagaimana sedihnya Alvan.
“Semua akan baik-baik saja, sayang.” Mama mengusap lembut rambutku dan menghujani wajahku dengan ciumannya yang menenangkan.
“Bagaimana Alvan?”“Alvan baru saja tidur. Tenang ya, hanya membutuhkan waktu bagi Alvan untuk move on dari Emma.”
Emma keluar dari mobil dengan keadaan menangis, begitu juga dengan Alvan. Jujur saja, melihatnya patah hati seperti ini membuatku sedih. Akhirnya aku yang menyetir saat perjalanan pulang karena tidak mungkin Alvan dengan keadaan seperti itu.
Sampai rumah dia langsung memeluk Mama dan mereka pergi ke kamar Alvan. Aku dan Canny membantu Daddy mengurus si kembar kecil selagi Mama sibuk dengan Alvan.
“Mama fokus saja pada Alvan, urusan Twin Baby serahkan padaku, Daddy dan Canny.”
Mama merangkulku, “Ah ya, bagaimana bisa Emma kemari?”
“Gereja yang letaknya tak jauh dari rumah Marissa akan mengadakan ibadah bersama bulan depan. Dua pihak gereja bekerja sama dan mereka memutuskan adanya pertukaran biarawati. Emma belum siap bertemu Alvan, itulah sebabnya dia hanya bertemu dengan Jessica beberapa kali.”
Mama mengangguk, ia menghela napas panjang. “Keputusan yang mereka ambil sangatlah berat, Mama tidak akan sanggup jika menjadi Alvan. Tapi inilah jalan yang terbaik, mereka berdua tidak akan bisa bersama. Mama akan menentang sangat keras jika sampai mereka nekat menikah.”
“Itu tidak akan terjadi, Ma. Mereka sudah berakhir sekarang.”
“Iya, kau benar sayang. Entah berapa lama lukanya ini akan sembuh, Alvan terlihat sangat hancur dan tidak ada semangat saja.”
Aku menatap Mama dengan senyuman, “Bukankah obat patah hati itu jatuh cinta lagi?”
Mama menatapku dengan sebelah alis terangkat, “Menurut Mama bagaimana dengan Marissa?” aku meringis melihat kedua matanya membulat sempurna, “Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku tidak akan memaksa Alvan cepat move on.”
“Hmm menurut Mama dia baik dan gadis yang ceria, sifatnya sebelas dua belas dengan Alvan kita. Apa yang anak-anak muda jaman sekarang katakan? Satu frekuensi?” aku tersenyum lebar dan mengangguk. “Tunggu, kau akan menjodohkan mereka?”
“Ya, tentu saja.” Mama tersenyum dan mengangguk. “Terdengar tidak adil bagi Emma yang hanya mencintai Alvan seumur hidupnya, tapi bukankah Allah maha membolak-balikkan hati manusia? Bisa saja perasaan Emma pada Alvan berubah seiring berjalannya waktu?”
Mama mengangguk, “Ya, kau benar sayang. Semoga Emma juga mendapatkan kebahagiaannya dan hidup dengan baik setelah ini.”
“Aamiin.”
“Cukup bicara tentang Alvan, sekarang giliranmu. Jadi bagaimana Ice Man sekarang? Apakah sudah sedikit mencair dan membuka hatinya untuk Jessi?” Aku hanya menatap Mama, tanpa ada niatan menjawabnya.
“Mama sangat menyukai Jessica, Alvin. Tentang sikapnya apalagi cintanya padamu Mama tidak perlu meragukannya. Dia adalah makmum yang tepat untuk imam seperti ini.” tangan Mama terulur mengelus pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...