Author’s pov
-Bready-
03:49 WIBDua orang memasuki Bready setelah membukanya dengan kunci yang dipegang salah satu diantara mereka. Keduanya berjalan berkeliling dengan pakaian tertutup untuk menutup jejak dari kamera cctv. Mereka membuka jerigen di tangan masing-masing dan menyebarkannya ke seluruh ruangan.
Sejenak seorang perempuan menatap sekeliling, senyuman ia kembangkan di wajahnya begitu kenangan-kenangan indah menari-nari di pelupuk matanya. Susah senang ia lalui bersama dengan pegawai lain yang juga menjadi temannya.
Kedua matanya terpaku melihat sebuah foto keluarga yang terpajang, setiap hari melihat pemandangan ini membuatnya kesal. “Seharusnya Nenek, aku, ayah dan ibu bergabung, kan?” pria di belakangnya menoleh, ia menghela napas panjang dan melangkah mendekati si perempuan.
“Pekerjaanmu sudah selesai, sekarang masuklah ke mobil dan aku mengurus sisanya.”
Ia menoleh ke pria di sebelahnya, “Aku tidak salah kan melakukan ini? Aku hanya ingin nenekku mendapatkan haknya.”
“Tidak, yang kau lakukan ini sudah benar.”
Perempuan itu tersenyum dibalik cadarnya, ia menghela napas panjang berulang kali sebelum melangkah meninggalkan bangunan tempatnya mendapatkan uang untuk bertahan hidup. Sampai di pintu dia menoleh, “Berhati-hatilah, Pak.”
Senyuman di wajah si pria mengembang, “Tentu saja. Kembalilah ke mobil, cepat!” di perempuan mengangguk dan berlari menuju mobil pick up yang terletak tak jauh dari toko. Ia duduk di dalam dan mengamati toko-toko sekitar, tatapanya berubah sendu ketika menatap toko pakaian yang letaknya tepat di sisi kiri Bready. Sedih yang ia rasakan semakin mendominasi begitu mengingat pemilik toko yang sangat baik padanya hingga memberikan diskon khusus.
“Semoga kalian selalu diberi kesehatan dan rezeki yang berlimpah.” Do’a ia panjatkan untuk pemilik toko pakaian dan para pegawainya.
Di dalam Bready, pria bermasker melangkah keluar dan berhenti tepat di depan pintu. Ia menatap sekeliling dan terhenti di foto keluarga, tatapan tajam ia tunjukkan pada foto Indra. “Inilah akhir dari semuanya, keadaan kalian tidak akan baik-baik saja setelah ini. Lebih baik kalian bersiap untuk kejutan yang lebih besar.”
Ia menghela napas panjang, entah kenapa tiba-tiba kenangan baik di tempat ini bersama si pemilik terkenang di otaknya. Setidaknya seringkali ia mendapatkan kue-kue dan roti terbaik untuk anak istrinya cuma-cuma.
Bukankah pemilik Bready cukup baik?
Dengan cepat ia menggeleng mengusir kenangan-kenangan baik dan segera menggantinya dengan kenangan buruk yang menyakitkan.
Tangannya terulur mengambil korek api di saku celana jeansnya dan menyalakannya, “Kalian pikir dengan mengusirku dari rumah setelah penebusan yang ku lakukan tidak akan membuatku berani melakukan sesuatu yang menghancurkan kalian?”
Ia menghela napas panjang, “Kehancuran kalian di mulai dari sekarang.” Tangannya terayun ke udara dan melemparkan korek di tangannya.
Si jago merah menyala dan menyebar ke seluruh ruangan, alarm kebakaran berbunyi membuat senyuman di wajah si pria mengembang sempurna. Dengan santai ia berbalik dan melangkah menuju mobil yang siap membawanya menjauh dari lokasi dan menghilangkan jejak.
#
-Rosman’s Mansion-
“Bagaimana semua ini bisa terjadi?!” teriak seseorang dengan rambut di depan dua orang yang menunduk takut. Dia sedang menikmati istirahatnya sebelum dua orang datang bertamu dan memberi kabar buruk tentang perusahaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...