Canny's pov
"Canny tersenyumlah, bukankah kita datang kemari untuk bersenang-senang?" aku menoleh ke arah Sinta yang merangkul tangan kananku.
"Sinta benar, lupakan tentang Fira yang keluar dari sekolah dan bersenang-senanglah dengan kami." Felly menyandarkan kepalanya di bahuku, dia merangkul tangan kiriku dan senyumannya merekah.
Jadi aku dan mereka berdua memutuskan pergi jalan-jalan ke Jalan Dhoho untuk bersenang-senang. Dua orang ini mengira aku sedih karena Fira telah keluar dari sekolah dan melanjutkan pendidikannya dengan home schooling.
Aku sendiri tak tahu bagaimana perasaanku mengenai ini, tidak jelas memang. Benci iya, terlebih setelah aku tahu orang yang menjebloskan Alvinku ke penjara adalah ayahnya Fira. Tapi disisi lain aku merindukan Fira, bagaimanapun kami bersahabat baik dan sangat dekat seperti saudara.
Tenang saja, aku sudah menghubungi Daddy kesayanganku yang langsung mengizinkanku pergi bersama mereka berdua. Kemungkinan Daddy dan Mama maklum atas kesedihanku dan ingin aku kembali ceria seperti dulu.
Jujur ku katakan, sejak kedua orang tuaku memutus komunikasi antara keluarga kami dengan keluarga Fira aku tidak seceria dulu. Di dasar hatiku, tetap ada kesedihan yang mendalam.
Tapi ada baiknya Felly dan Sinta tidak perlu tahu mengenai perasaanku yang sebenarnya.
Aku memutar bola mata malas dan menatap mereka bergantian, "Hey, siapa yang sedih? Aku tidak sedih dia pindah sekolah. Bukankah aku masih punya kalian berdua?" Felly dan Sinta memelukku dengan senyuman lebar.
"Itu benar, jangan sedih ya Canny. Kau masih punya aku dan Sinta, kami berdua akan menjadi sahabat terbaik untukmu menggantikan Fira."
"Baiklah, baik."
Felly menghela napas panjang, "Hey, bukankah ayah Fira yang melaporkan kakakmu ke penjara karena insiden yang menimpa Fira di gudang sekolah?"
Ia mengerutkan keningnya, "Bagaimana bisa ayahnya Fira melakukan itu? Bukankah dia ayah kandung kakakmu, Can?"
"Itulah yang tidak ku mengerti. Bukankah itu berarti Uncle Indra hanya menyayangi Fira saja? Padahal Alvin juga anaknya." Aku menatap kedua sahabatku dengan wajah sendu, aku merindukan Alvin sekarang. Sedang apa ya dia?
"Apakah kau akan memaafkan Fira atas apa yang dilakukan ayahnya? Bisa saja dia menghubungimu beberapa kali untuk memperbaiki hubungan kalian."
Aku menggeleng, "Mama dan Daddy memutuskan komunikasi antara aku dan Fira, dia tidak akan pernah bisa menghubungiku dan begitupun aku. Hmm, bisakah kita tidak membicarakannya?" Felly dan Sinta saling berpandangan, keduanya mengangguk.
Sebenarnya aku bicara seperti itu karena tidak ingin merasa sedih. Seperti yang ku katakan, aku dan Fira sangat dekat seperti saudara. Banyak kesenangan yang kami lalui bersama, lalu sekarang semuanya tinggal kenangan. Walau nanti pada akhirnya semuanya akan baik-baik saja, aku tetap membutuhkan waktu untuk membiasakan hidup tanpa Fira.
"Maaf. Hmm, bagaimana jika kita makan siang saja? Kalian pasti lapar kan? Kita sudah jalan-jalan keliling dan berbelanja. Kakiku juga mulai pegal." Sinta menggigit bibir bawahnya.
Aku menatap keduanya dengan senyuman lebar, "Kita makan di Nagoya saja ya? Aku ingin sekali makan ramen dan takoyaki."
"Kemanapun yang kau inginkan, Princess Canny."
Kami bertiga berjalanan beriringan menyusuri trotoar dan berbelok menuju fusion dengan menu makanan-makanan Jepang itu. Aku harus menikmati jalan-jalan ini dan sedikit demi sedikit melupakan persahabatanku dengan Fira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romansa"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...