Author’s pov
-Rumah Sakit-Satya menatap ayahnya yang baru saja tertidur setelah makan dan minum obat. “Kita sudah tidak punya apa-apa lagi?” tanya istrinya dengan tatapan khawatir.
“Kita harus membawa pulang Ayah dan merawatnya di rumah.”
“Tapi keadaan Ayah belum membaik, Mas.”
“Kita tidak punya pilihan lain. Rawat jalan lebih murah daripada biaya rawat inap di rumah sakit.”
“Kenapa tidak meminjam uang perusahaan saja, Mas?”
Satya menatap istrinya yang penuh harap. “Tidak bisa, uang perusahaan tidak bisa di pinjam. Semuanya sudah diatur sesuai kebutuhan.” Rita menghela napas panjang. “Bersiaplah, aku akan menelepon Indra untuk menjemput kita.”
“Mas jadi menjual mobil kita dan mobil ayah?”
Satya berbalik dan mengangguk. “Itu untuk tabungan kita sehari-hari, semoga cukup. Kita benar-benar harus mulai berhemat sekarang.”
Rita mengangguk lemah, ia menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. “Aku tidak menyangka hidup kita berubah seratus delapan puluh derajat seperti ini. Butuh waktu tahunan membangun perusahaan dan sekarang lenyap begitu saja.”
Satya memeluk istrinya erat, ia pun melabuhkan kecupan beberapa kali di puncak kepala istrinya. “Bukankah semua ini karena Indra? Kita tidak mungkin ada dalam posisi ini jika Indra bisa menjaga mulutnya.”
“Sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Lagipula ini adalah kesempatan menunjukkan pada Aryeswara bahwa kita bisa bertahan tanpa mereka.” Rita hanya menatap suaminya sendu, Satya mengelus rambut istrinya yang mulai memutih.
“Kita fokus saja pada kesehatan Ayah, itu lebih penting.”
Rita menggigit bibir bawahnya, “Mas, bagaimana jika aku datang saja ke Ibra? Aku yakin Ibra pasti mau membantu kita.”
“Tidak, itu tidak perlu. Kita bisa bertahan tanpa mereka, Rita. Ingatlah, tidak selamanya hidup kita berada di bawah bayang-bayang Aryeswara. Usaha kita memang maju dan berkembang pesat karena Aryeswara, tapi bukankah kita berhak mengembangkan usaha atas kerja keras kita sendiri? Kita bahkan punya orang-orang yang masih loyal dan setia dengan kita. ” Rita mengangguk saja mendengar penuturan suaminya.
“Mas akan urus administrasinya, siapkan semuanya.” Satya berdiri dan hendak melangkah keluar kamar, tetapi tangan Rita mencegahnya.
“Entah kenapa tiba-tiba aku memikirkan ini, tapi aku merasa dia datang dan menghancurkan kita.” Kening Satya berkerut mendengar perkataan istrinya, “Pikirkan Mas, siapa musuh kita jika bukan dia?”
“Sebenarnya siapa yang kau maksud??”
Rita menelan ludahnya, ia menatap suaminya dan menggenggam erat kedua tangannya. “Nurma.” Tubuh Satya menegang mendengarnya, jantungnya seakan berhenti berdetak mengingat kilasan masa lalu.
“Mas, aku masih ingat sumpahnya tentang menghancurkan kita saat acara ijab kabul itu. Memang tidak ada bukti yang mengarah kesana, tapi jika bukan dia siapa?” Satya menoleh ke arah ayahnya yang tertidur, ia mulai memikirkan perkataan Rita.
#
Fira’s pov
-Rosman’s Mansion-Taksi berhenti tepat di depan sebuah mansion megah, aku dan Mama turun setelah membayar. Aku menatap mansion megah yang tak berpenghuni itu, kemana semua orang? Seingatku di mansion ini ada banyak sekali pelayan.
“Sebentar lagi mereka datang, sayang. Kita tidak punya banyak waktu lagi.” Mama mengeluarkan kunci dari tasnya.
“Kenapa Mama memegang kuncinya? Kemana semua pelayan?” gerakan Mama yang membuka gembok gerbang terhenti, ia menatapku dan menghela napas panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...