Ladies and gentlemen, this is the last chapter of The Last Message. Hope you like it. I am so sorry if this not as your expected.
Happy Reading
📝📝📝📝📝📝📝📝📝📝📝
Alvin’s pov
-Raliazril’s House-
10:00 WIBKami baru saja pulang dari pemakaman Kakek Buyut, Alvan tinggal di rumah Papa untuk sementara waktu sedangkan aku harus pulang karena Mama dan Daddy tidak mengizinkanku kesana. Ya, mereka tidak tega melihat kondisiku yang lagi-lagi harus menghuni kamar di lantai satu tepat di sebelah kamar Mama dan Daddy. Untung saja kamar mereke berdua kedap suara, itu benar-benar membuatku lega.
Kondisiku masih sama seperti setahun lalu, terbaring saja dan tidak melakukan aktifitas apapun. Opa bilang pekerjaanku di handle Bayu sementara waktu dan aku fokus saja dengan kesembuhanku. Sebenarnya aku tidak tega dengan Bayu, tapi Opa meyakinkanku. Bayu harus membuktikan pada seluruh Aryesguard bahwa dia adalah orang nomor dua yang harus dipatuhi dan ditakuti.
Baiklah, kita beri saja kesempatan pada Bayu dalam melaksanakan tugasnya.
“Alvin katakan mana yang sakit?” tanya Amara yang sedari tadi memelukku.
Aku tersenyum dan mengelus rambutnya, “Tidak ada, baby girl.” Amara mendongak, matanya berair dan siap jatuh kapan saja dengan bibir mengerucut lucu.
“Kenapa Alvin sakit? Alvin jadi tidak bisa menggendong Amara lagi.” Ia menunduk dan memejamkan mata membuat air matanya berjatuhan.
“Hey, kenapa menangis? Kau tahu kan itu sangat menyakitkan bagiku.” Aku menghapus air matanya dan mengecup kedua matanya agar berhenti menangis.
“Don’t cry, baby girl.” Amara mengangguk, masih dengan bibir mengerucutnya.
Benar-benar menggemaskan!
Ceklek
Pandanganku teralih ke arah pintu dimana Amar menangis sesenggukan dengan salah satu tangan mengusap matanya, sedangnkan tangan yang lain menyeret tas dengan gambar dengan karaker Thomas.
Ini kenapa lagi?
Aku menghela napas dan melihat Amar yang berusaha naik tempat tidurku. “What’s wrong, baby boy?” aku mengelus rambutnya saat ia mendekat padaku dan meletakkan kepalanya di dadaku.
“Jangan sakit, Alvin. Kau harus membacakan cerita untukku.” Amar menatapku dengan wajah sedihnya.
“Aku pasti membacakannya untukmu, tapi tidak sekarang.” Amar tidak merespon apapun, ia hanya menatapku dengan tatapan kesal sekarang. Hey apa salahku? “Stop crying, baby boy, atau kau akan membuat Baby girl menangis juga.” Amar melihat Amara yang juga memandangnya. Ia menghapus air matanya dan tersenyum.
“Jangan pergi keluar lagi, Amar tidak mau main dengan bibi. Amar maunya main dengan Mara, Alvin dan Alvan, juga Canny.” Aku mengangguk saja mendengar ultimatum si bungsu.
“Baby twins, keluarlah. Biarkan Alvin istirahat. Sore nanti kalian bisa menemaninya lagi.” Mama meletakan nampan berisi browies di meja, ia duduk di tepi tempat tidur dan mengelus lembut kembar kecil.
Aku melihat keduanya yang memandang Mama dengan tatapan berkaca-kaca, “Ma, biarkan mereka tidur disini.”
Mama tersenyum dan mengecup keningku, “Baiklah.” Mama mengelus rambut baby twin dan mencium mereka bergantian. Mama berbalik dan melangkah keluar sebelum menutup pintu kamar.
“Ayo tidur.” kataku merentangkan kedua tanganku. Amara dan Amar berbaring di sampingku dan memejamkan matanya.
“Berdo’a dulu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...