Alvan’s pov
Mataku mengerjap beberapa kali melihat kepala Mike yang menghadap ke atas karena seseorang menjambak rambutnya. “Watch your mouth!” teriakan melengking terdengar di telingaku. Tampak seorang perempuan dengan jilbab panjang menatap Mike nyalang.
“Sakit! Lepaskan!!” suara tawa menggema saat melihat Jessica semakin menarik tangannya yang berada di rambut Mike.
“Listen, boy. Kau harusnya tau satu hal, believe with your eyes not your ears!” aku meringis melihat Jessica berteriak tepat di telinga Mike.
“Aaaa!” teriak Mike ke sekian kalinya membuat Jessica melepaskan jambakannya dan mendorong kepalanya ke depan. Mike melayangkan tangannya ke udara, namun terhenti. Ia menatap tajam ke arahku dan mundur beberapa langkah.
Jessica tertawa dan menatap semua orang dengan wajah garangnya, “Awas saja, jika ada salah satu dari kalian menjelekkan Alvin aku tidak akan tinggal diam! Kalian mengerti!” teriaknya semakin keras saja membuat kami berjingkat saking terkejutnya.
Ia menghela napas panjang berulang kali dan berbalik, senyumnya mengembang dan tatapan matanya melembut. “Ayo kita berangkat.” Ia menggandeng Marissa yang tersenyum dan mengodeku agar cepat menyusul.
Tommy dan Akbar menepuk bahuku, kami bertiga mengekori dua perempuan yang berjalan santai keluar kelas. “Hmm, apakah Alvin tidak akan marah dia datang?” aku menoleh ke arah Akbar yang khawatir.
“Tidak, justru dia senang kita semua datang dan memberikan dukungan untuknya.” Keduanya tersenyum dan mengangguk, aku menatap mereka bergantian.
“Hmm, kalian sudah tahu keseluruhan ceritanya. Kenapa kalian masih mau berteman dengan kami?” Merek berdua menatapku dengan ekspresi yang tidak ku mengerti.
“Maksudku, ya kalian tahu Alvin memang salah dalam hal ini.”
“Kami tahu pada dasarnya Alvin orang baik, dia hanya salah jalan saja. Bukankah aku dan Akbar berteman dekat dengannya? Kami mengenalnya dengan sangat baik.”
Akbar mengangguk setuju dengan Tommy, “Dan bukankah kau bilang dia menerima hukumannya? Itu berarti dia menyadari kesalahan dan menebusnya.”
“Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi.”
“Nah, itu dia yang terpenting. Dia berubah menjadi lebih baik dan tidak akan mengulangi kejahatan seperti itu lagi."
Akbar mendengus, “Sebenarnya aku kesal dengan Mike dan yang lainnya, apa yang mereka tahu tentang Alvin? Bahkan mereka semua tidak akrab dengannya.”
“Ya, kau benar. Selama ini mereka tidak pernah sedekat itu untuk berkomentar.” Aku mengangguk setuju.
“Jangan pikirkan mereka, biarkan saja.” Aku tersenyum ke arah dua sahabatku ini, jujur ku katakan aku cukup senang mereka masih bersamaku dan Alvin.
“Dan tentang Pak Indra, aku sangat sedih untuk Alvin. Bagaimana bisa ia menjebloskan putranya sendiri ke penjara? Itu tidak adil untuk Alvin. Ya aku tahu Alvin memang salah, tapi tidak seharusnya seperti itu. Bukankah Alvin juga putranya?”
Tommy menatapku dan Akbar dengan amarah, “Dan seharusnya Pak Indra sadar alasan kenapa Alvin melakukan ini pada Fira.”
Tommy benar, aku masih tidak menyangka Papa melakukan hal semacam itu pada Alvin. Seperti kata Tommy, Alvin memang bersalah tapi haruskah dia menebus kesalahannya dengan dijebloskan ke penjara oleh ayah kandung kami?
Sedangkan disisi lain ayah sambung kami berusaha mengeluarkannya dari jeratan hukum.
Akbar membulatkan matanya, “Kampus ini milik kakekmu kan? Kenapa kau tidak menyuruh beliau memecat Pak Indra saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Storie d'amore"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...