4. Win

4.1K 300 36
                                    

Alvin’s pov

“Lily!!!” Fira berteriak dan memberontak dalam pelukan Nenek, Lily tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Fira sebelum melangkah keluar dari halaman depan. Sungguh, pemandangan ini sangat memuakkan bagiku.

Kenapa dia harus menunjukkan ekspresi menyebalkan seperti itu?

Aku menatap Lily dan Pak Diman yang berdiri tepat di luar gerbang, keduanya melihat ke arah kami. Apapun yang dirasakan mereka sama seperti yang aku, Alvan, dan Mama rasakan. Sekarang semuanya sudah impas, Ma. Rasa sakit yang kita bertiga rasakan sudah terbalas setimpal.

Brak

Aku berjingkat saking terkejutnya mendengar suara pintu dibanting, Papa yang melakukannya dan amarah masih menguasainya sekarang. Papa berbalik dan melangkah ke arah Fira, “Dengarkan Papa, mulai sekarang biasakan dirimu tanpa mereka berdua. Kau sudah melihat semuanya, mereka berdua bukanlah orang baik.” katanya pada Fira dengan nada yang dipenuhi amarah.

“Tidak Pa, Lily orang baik dan-”

“Fira!”

“Indra, naiklah dan tenangkan dirimu. Jangan bicara dengan siapapun saat kau marah.” Nenek mendorong Papa agar sedikit menjauh dari Fira. Papa berbalik dan melangkah menuju kamarnya.

Aku menatap ke arah Alvan yang memeluk Canny, kasihan sekali adik perempuanku. Dia pasti ketakutan melihat drama yang seharusnya tidak dilihatnya. “Alvan, antar Canny pulang.” Canny menatapku dan memelukku.

“Alvin, aku takut.”

“Tenanglah, semuanya sudah berakhir. Sekarang kau pulang dengan Alvan ya, kau bisa kembali menginap jika suasana sudah membaik.” Canny mengangguk, ia berjalan ke arah Fira dan mereka berpelukan.
Alvan juga ikut memeluk mereka berdua sebelum menemani Canny berkemas.

Aku menatap Nenek, “Biar aku yang bicara dengan Fira.” Nenek menatapku dan mengangguk, ia bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kamar atas dengan Kakek. Kakek Buyut menatapku dengan senyuman sebelum mengekori anak dan menantunya.

“Hey, sudahlah. Jangan menangis lagi.” Kataku pada Fira yang langsung memelukku, ia masih saja menangis. “Ayo antarkan aku ke kamar, aku akan memenuhi janjiku padamu.” Fira menghentikan tangisannya dan menatapku.

“Bukankah kau ingin tahu mengenai Bunda Maya?” Fira menghapus air matanya dan mengangguk. “Sekarang ayo pergi ke kamarku, akan ku tunjukkan sesuatu padamu.” Fira berdiri dari duduknya dan mendorong kursi roda ke kamarku.

“Dengar, tak usah lagi memikirkan Lily. Dia adalah orang jahat yang harus kau hindari.”

“Tapi aku sudah memfitnahnya, Mas. Bukan Lily yang menaruh kotak kartu disana, tapi aku.”

Spontan aku menutup mulutnya dengan tanganku, bisa-bisanya dia bertindak bodoh dengan bicara sembarangan! Dengan segera ku tarik tanganku dan menatapnya dingin.

“Sssttt, jangan bicara sembarangan!” aku membuka pintu kamar dan masuk begitu saja meninggalkan Fira yang masih membeku.

“Kemarilah.” Fira melangkah gontai ke arahku dan duduk di kursi meja belajar. “Sekarang buka browser dan ketikkan nama ibumu. Diandra Maya Septianomy.” Fira menatap layar computer di depannya dan mengetikkan nama seseorang yang sangat ku benci seumur hidupku.

Kedua mata Fira membulat sempurna ketika wajah ibunya memenuhi layar, lengkap dengan artikel-artikel mengenainya. Fira tersenyum, ia membuka artikel-artikel itu dan membacanya. “Jadi, Bunda Maya seorang model?"

“Yap, bisa dibilang model papan atas dan menjadi senior. Sayangnya karir yang dijalaninya tidak mulus. Dia pernah kehilangan karirnya karena hal mengejutkan dia lakukan saat berada di puncak karirnya.” Fira menatapku dengan wajah bingungnya.

Second Love : The Last MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang