Alvan’s pov
-Food court-
11:00 WIB“Alvin pergi kemana memangnya?” tanya seseorang yang menatapku dengan tatapan kecewa. Perempuan dengan jilbab panjang menjuntai ini menghela napas panjang berulang kali, terlihat lesu dan tanpa semangat hidup saja. Ya jika manusia ini muncul yang ada dalam ingatannya hanyalah Alvin dan Alvin saja.
Aku menggeleng, “Dia tidak mengatakan apapun selain berpamitan, ku pikir dia hendak menemuimu.” Jessica menggeleng sebagai jawabannya.
Sekarang ini aku bersama teman-temanku berada di food court, mengisi waktu luang sebelum kelas selanjutnya sekaligus mengisi perut yang kelaparan. Seperti biasa, kami menikmati semangkuk bakso legendaris milik Bang Husein. Selain itu kami sibuk bercerita mengenai kehidupan dan hal menarik lainnya.
“Dia tidak mengirimiku pesan, artinya dia tidak menemuiku. Mungkin dia punya urusan lain.”
Tommy menatap Jessica, “Tenang saja, dia pasti mengirimimu pesan nanti.” Jessica tersenyum, ia mengangguk dan bangkit dari duduknya.
“Jika kalian tahu dimana dia, tolong kabari aku. Kelasku dimulai beberapa menit lagi, bye bye!” Kami melambaikan tangan ke arah Jessica yang keluar kawasan Food Court.
“Hmm, kau benar tidak tahu dengan urusan Ice Man?” Aku menoleh ke arah Akbar yang mengerutkan keningnya, kenapa dia tampak heran? Meskipun kami saudara kembar bukan berarti aku tahu semua urusan Alvin kan? Walau bagaimanapun dia juga punya privasi dan aku pun sama.
Sejauh ini aku maupun Alvin tidak saling ikut campur dalam urusan pribadi.
“Aku tidak tahu, Alvin tidak mengatakan apapun padaku mengenai urusannya itu.”
Tommy menyipitkan matanya, “Mungkinkah dia menyembunyikan sesuatu darimu?”
Aku menghela napas panjang dan mengangguk, “Bisa jadi, apapun itu aku tidak bisa mencampuri urusan pribadinya, kecuali jika dia bercerita padaku.” Ketiga sahabatku mengangguk saja dan melanjutkan makan.
Ting
Tatapanku teralih ke arah ponsel yang menyala, terlihat pesan singkat dari seseorang yang tidak ingin ku sebutkan namanya atau ku temui. Aku masih marah padanya atas drama itu dan aku belum ingin mendengar apapun alasannya.
“Oh ya, tumben sekali kau tidak ke ruangan Pak Indra. Biasanya kau pergi kesana saat jam istirahat.” tanya Marissa dengan wajah polosnya.
“Tidak ada yang ingin ku bahas dengannya hari ini.”
Belum sempat Marissa atau yang lainnya merespon, ponselku berbunyi. Seseorang yang paling ku cintai lebih dari siapapun meneleponku. Aku tersenyum dan bangkit dari dudukku. “Sebentar ya, Mama meneleponku.” Ketiga sahabatku mengangguk, aku sedikit menyingkir ke pojok.
“Assalamualaikum, Ma.”
“Waalaikumussalam, sayang apa kau sedang sibuk? Boleh Mama minta tolong, Nak?”
Keningku berkerut mendengar suara panik Mama, “Sesuatu terjadi, Ma?”
“Iya sayang, Canny mengalami perundungan di sekolah. Datanglah ke sana ya dengan Alvin, Mama dan Daddy juga dalam perjalanan kesana.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...