Alvan’s pov
Aku menatap Alvin yang memejamkan matanya dan menghela napas panjang berulang kali. Kami berada di salah satu ruang VVIP sekarang ini, mengingat ini pembicaraan yang serius. Alvin membuka matanya dan menatapku, “Tanyakan semua yang ingin kau tahu.”
“Siapa laki-laki itu? Dia berpakaian Aryesguard, apakah mungkin?”
Alvin mengangguk, “Ya, dia yang ditunjuk Opa menjadi asistenku.”
Aku menatapnya lekat-lekat, “Percakapanmu dengan Mama tadi pagi, apakah mengenai mading di sekolah Fira dan Canny?”
Alvin menatapku, “Aku tahu kau pelakunya, Alvin. Pertama, artikel itu sudah di take down dan hanya ada di website Aryeswara dimana tidak semua orang bisa mengaksesnya. Kedua, mengenai rekaman CCTV yang terhapus tanpa datang ke ruang pengawasan.”
“Aku tidak terkejut kau mengetahuinya, hmm ku pikir semua orang sudah mengetahuinya.” Hal yang tidak ku duga, senyuman mengembang di bibirnya. “Fira tidak akan hidup tenang di sekolahnya sekarang.”
“Rencanamu sudah berhasil kan? Jadi sebaiknya kau berhenti.”
Alvin mengangkat sebelah alisnya, “Ini baru permulaan, Alvan. Mana mungkin aku berhenti begitu saja? Masih ada dua rencana lagi yang belum terlaksana. Dan kau tenang saja, Canny tidak akan terluka kali ini. Hanya Fira yang hidupnya hancur dan mengalami penderitaan yang mendalam.”
“Kau tidak waras! Kau keterlaluan, Alvin!”
“Keterlaluan? Alvan, tidakkah kau ingat saat meluncur bebas dari perosotan yang cukup tinggi dan akhirnya tenggelam. Lalu dia lupa menjemput kita dan akhirnya kita pulang naik bus. Dan terakhir-” perkataan Alvin terhenti, ia menatapku dan tampak bimbang.
“Katakan apa yang terakhir! Kau tahu sesuatu yang tidak ku ketahui?”
“Kau ingat saat kita pergi ke rumah Opa Valdo dan Oma Mika saat si kembar lahir? Saat itu kita pergi dengan Opa dan Om Azka kan? Karena Mama menunggu kedatangan Papa. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya?” aku menggeleng.
“Papa tidak menjemput Mama dan tidak bisa dihubungi sama sekali. Jadi Mama memutuskan pergi sendirian saja jam sembilan malam, menyusuri jalanan sepi yang hanya ada sawah di sisi kiri kanannya. Lalu sesuatu yang buruk terjadi, Alvan.”
“Apa? Apa yang terjadi pada Mama?” kedua mataku berkaca-kaca, berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam otakku memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk terjadi pada Mama.
“Entah bagaimana mulanya, mobil yang dikendarai Mama mogok. Di tempat sesepi itu, datang empat kawanan preman sewaan. Salah satu dari mereka hampir saja melakukan pemerkosaan terhadap Mama jika Daddy tidak datang di waktu yang tepat.”
Deg
Apa?
Kenapa aku baru tahu mengenai ini?
“Kau tahu, siapa dalang dibalik semua yang terjadi pada kita dan Mama?” Aku menggeleng, “Semua itu rencana licik Maya! Maya yang menelepon Papa saat kau hendak berseluncur, Maya juga yang meminta Papa mengantarnya berbelanja hingga lupa menjemput kita, dan Maya juga yang menyewa preman itu untuk merampok Mama sekaligus melakukan pemerkosaan sebagai bonus.” Tangan Alvin mengepal kuat, air matanya jatuh menuruni wajahnya yang memerah karena amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romansa"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...