Canny's pov
Aku melipat kedua tanganku dengan menatap air mancur taman rumah sakit, sepenuhnya mengabaikan Alvin yang duduk di sebelahku dan Fira yang berdiri di sampingnya. "Ku pikir kita akan bicara berdua saja." kataku tanpa repot-repot mengalihkan pandanganku ke arah mereka berdua.
"Princess. Lihat aku." aku menengok dan menatap Alvin. "Semua yang kau pikirkan itu tidak benar. Fira tidak pernah mengambil aku maupun Alvan darimu, Princess."
Alvin memegang tanganku, "Tidak ada yang mengambilku ataupun Alvan darimu."
Aku memandang Fira, "Termasuk Fira?"
Alvin mengangguk dengan senyuman yang tak dia perlihatkan ke sembarang orang. "Aku dengan Alvan juga menyayangi Fira seperti kami menyayangimu. Ingatkan dengan konsep berbagi?"
"Aku hanya berbagi dengan Fira. Tidak dengan Fira juga, tapi juga pada twin baby." Aku menatap Fira yang memandangku dengan senyuman.
"Sekarang, kalian baikan. Aku janji tidak akan mengabaikanmu sekalipun ada Fira."
Aku berdiri dan mengulurkan tanganku, "Sorry." Fira tersenyum dan menarikku ke pelukannya.
"Aku yang salah, maafkan aku Canny. Aku janji tidak akan melakukan hal yang sama lagi. Jangan marah lagi ya." isaknya.
Aku melepas pelukanku dan menghapus air matanya. "Don't cry." kataku dengan senyuman mengembang membuatnya tersenyum juga.
"Oh, aku lupa. Aku membelikanmu cokelat kesukaanmu tadi." Fira menarikku menuju ruang rawat Mama.
Aku melambaikan tanganku ke arah Alvin yang tersenyum, mengenai apa yang ku rasakan sekarang aku tidak tahu. Satu hal yang pasti, aku masih kesal dengan Fira.
Alvin's pov
Aku bernafas lega melihat mereka berdua sudah berbaikan. Sejahat apapun aku, aku tidak ingin Fira atau Canny saling membenci satu sama lain. Hanya akan ada 1 orang yang dibenci Fira di dunia ini, ibu kandungnya sendiri.
"Bagaimana?" Aku menengok ke arah Alvan yang terlihat khawatir.
"Hmm. Mereka sudah baikan." Aku mengambil kaleng soda yang dibawanya dan meminumnya setelah mengucapkan basmalah.
"Jujur, aku terkejut dengan pemikiran Canny." aku menatap Alvan yang duduk di sebelahku.
"Aku juga. Aku takut jika sampai di titik Canny tidak mau mendengarkan kita lagi. Canny cukup pintar dan kita harus lebih waspada."
"Ya, dan aku takut Canny melakukan sesuatu yang justru membuatnya rugi."
"Itu tidak akan terjadi, Alvin. Kita perbaiki cara kita mengajarkan berbagi padanya." Aku menatap Alvan yang menatapku.
"Twiiiiinn!" Kami tersentak mendengar lengkingan panjang yang tiba-tiba menembus pendengaranku. Tak lama aku merasakan pelukan yang sangat kencang hingga tubuhku dan Alvan berdempet.
"Aunty.... uhuk... uhuk...." Alvan berusaha melepaskan pelukan dari seseorang yang sudah ku tahu siapa dari aroma parfumnya, vanilla.
"Kalian berdua, Aunty kangeeeeeen!" rengekannya membuatku risih sebenarnya.
Aku tersenyum pada Aunty Salwa yang memelukku dan Alvan bergantian. "Kalian semakin tampan saja, sayangkuuuu." Aunty Salwa menangkup wajahku dengan kedua tangannya dan mencubitnya.
Sungguh, jika tidak ada Uncle disampingnya atau jika dia bukan adik Daddy aku sudah meneriakinya. "Stop it, you make him uncomfortable." Aku bernafas lega saat Uncle Jason menyingkirkan tangan istrinya dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...