Canny’s pov
“Are you ready for first step?”
“Apa maksudmu?”
“Menghancurkannya.”
“Alvin-”
“Tugasmu tidak banyak, Canny. Hanya temani Fira dan jadilah sahabat yang baik. You can do it, right?”
“Yes, Alvin. I will do my best!”
“Princess?” mataku mengerjap beberapa kali saat merasakan tepukan di bahuku. Daddy yang melakukannya ternyata.
“Yes Daddy?” Aku melihat ke arah Daddy yang menyetir dan sesekali melihat ke arahku. Kami berdua sedang dalam perjalanan menuju sekolah, sudah sejak lama aku tidak lagi naik sepeda dan diantar Daddy sekarang. Naik sepeda cukup melelahkan, terlebih tidak ada sikap supportif dari orang-orang yang lebih banyak menggunakan sepeda motor.
“Kau memikirkan sesuatu? Tumben sekali Princess Canny jadi pendiam.”
Aku cengengesan dan menggeleng, ku rangkul tangan kiri Daddy. “Tidak, Dad. Canny masih lelah dan mengantuk. Olahraga kemarin sangat melelahkan. Dan juga mengerjakan tugas kelompok di rumah Hani.”
“Ditambah telepon dengan Alvin hingga tertidur?” Daddy tertawa membuatku tertawa juga.
“Sampai kapan sih Dad Alvin tinggal di rumah Uncle Indra?” tanyaku menunjukkan wajah sedihku.
“Daddy juga tidak tahu, Princess. Mungkin beberapa hari lagi kembali ke rumah.” aku semakin menunduk mendengar jawaban Daddy.
“Sebenarnya Canny tidak suka jika Alvin maupun Alvan menginap di rumah Uncle Indra. Rumah akan terasa sepi dan Canny kerepotan menjaga twin baby sendirian.” tangan hangat Daddy terulur menggenggam tanganku.
Aku mendongak menatapnya yang tersenyum meskipun menatap jalanan di depan. “Princess, kau sudah besar dan menjadi kakak sekarang. Posisi Als sama denganmu, memiliki dua adik yang disayang sama rata. Als juga ingin menghabiskan waktu dengan Fira dan Uncle Indra.” Aku menghela napas panjang, apa yang dikatakan Daddy benar adanya.
“Kau tidak lupa, kan? Selama 12 tahun Als berpisah dari Uncle Indra dan belum ada setahun mereka bertemu. Mereka pasti sangat merindukan Uncle Indra dan ingin menghabiksan lebih banyak waktu bersamanya.”
Aku mengangkat sebelah alisku, “Kenapa harus merindukan Uncle Indra, sedangkan mereka berdua sudah bersama Daddy? Bukankah sama saja antara Daddy dan Uncle Indra?”
“No, Princess. Tetap ada rasa yang berbeda antara Daddy dengan Uncle Indra. Sekeras apapun Daddy berusaha tetap tidak bisa mengalahkan Uncle Indra, mereka memiliki hubungan darah yang tidak akan pernah bisa lepas sampai kapanpun.” aku sedih melihat wajah Daddy yang menjadi sedih.
“Tapi Daddy selalu menjadi superdad untuk Als.”
“Benarkah?”
Aku senang melihat wajah sumringah Daddy. “Als sangat menyayangi Daddy bahkan lebih dari Uncle Indra. Pernah suatu saat aku menanyakan hal itu pada mereka dan begitulah jawabannya”.
Daddy terkejut, “Bagaimana bisa?”
“Tentu saja bisa. Daddy yang mengurus Als sejak kecil hingga sekarang. Daddy selalu membelikan apapun yang diinginkan kami bertiga walau harus menyembunyikannya dari Mama. Mereka mengidolakan Daddy dan ingin kelak saat menjadi seorang ayah bisa sehebat Daddy. You’re the best Daddy ever.” Daddy tertawa dan menatapku.
Mobil berhenti tepat di gerbang sekolah. “Love you so much, My Princess.” katanya mencium kedua pipiku bolak-balik.
“Love you more, Daddy!” Aku melompat memeluknya dan menciumi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romansa"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...