Alvan’s pov
-Raliazril’s House-
10:00 WIB“Luar biasa, Ice Man! Kau menghilang seharian dan membolos.” kataku jengkel melihatnya di kamar tiduran dengan Amar di sampingnya. Ice Man menatapku malas dan beberapa detik kemudian tersenyum pada Amar yang menggerakkan tangannya.
“Pak Dosen mencariku?”
“Tentu saja, aku dan Papa menunggumu di food court. Tapi kau tidak datang dan malah menonaktifkan ponselmu.” kataku tiduran tepat di sebelah Amar dan mengecup keningnya.
“Aku tidak ingin Pak Dosen menggangguku, biarkan saja dulu. Aku akan menyelesaikan masalahku dengannya nanti. Dan ada baiknya kau jangan ikut campur masalah ini.” katanya mengelus pipi Amar yang memutuskan kontak mata denganku dan menengok ke arah kakak pertamanya.
“Dengar, jangan bicarakan hal itu sekarang. Aku sedang tidak ingin membicarakan apapun. Mengerti?” aku menghela napas panjang dan memejamkan mataku. Jika sudah ada ultimatum darinya, bagaimana aku menjelaskan padanya yang sebenarnya?
Ceklek
Suara pintu terbuka membuatku dan Alvin menengok, tampak Mama yang membawa Amara dan ribet dengan tas yang dibawanya. “Boys, maaf mengganggu waktu kalian. Tapi Mama benar-benar membutuhkan bantuan kalian berdua.” Aku mendekat ke arah Mama dan mendekap Amara. “Tolong jaga adik kembar ya, Mama akan pergi dengan Daddy.”
“Ah ya, Canny ada kegiatan ekstra hari ini. Jadi dia akan pulang terlambat. Katakan padanya ya nanti Mama dan Daddy pergi ke acara kantor.” Mama mengecup kedua pipi anak-anaknya bergantian.
“Ya Ma, tenang saja. Semuanya aman terkendali.” Mama tersenyum dan mengangguk.
“Jika kalian kerepotan, telepon Mansion Aryeswara.“Siap Mama!” aku melakukan hormat di depan Mama dan Daddy yang terkekeh.
Alvin berdiri dengan Amar dalam gendongannya. “Hati-hati di jalan, Ma, Dad. Bye bye.” Ia bahkan menggerakkan tangan kecil Amar sekarang. Mama dan Daddy melambaikan tangan ke arah kami, keduanya berbalik dan menuruni tangga.
“Bagaimana jika kita pindahkan mereka di depan televisi saja? Tempat untuk mereka berbaring lebih luas dan disana lebih banyak mainan.” Alvin mengangguk, kami berdua keluar kamar dan turun menuju lantai satu.
Kami menidurkan dua bayi mungil ini berdampingan, aku mengambil mainan karet berbentuk dinosaurus dan mengajak Amar bermain. Aku tersenyum lebar begitu mendengar suara tawa Amar, bayi ini benar-benar menggemaskan!
“Aku tidak bisa membayangkan jika nanti anakku kembar.” tatapanku teralih ke arah Alvin yang kini memegang botol susu Amara. “Lelahnya berlipat.”
Aku mengangguk, “Ya, kau benar. Tapi kebahagiaan yang kita rasakan berlipat juga.”
“Aku tetap tidak bisa membayangkannya, kata Mama ini baru permulaan. Semua akan benar-benar terlihat saat mereka berusia 3 hingga 5 tahun.” Alvin terduduk dan membulatkan matanya menatapku.
“Mama dan Daddy bilang, saat Canny seusia itu tidak banyak tingkah karena memang dia perempuan. Ku pikir, nanti Amara akan bersikap anggun seperti Canny dan Amar lah yang seperti kita.”
“Kau benar, kita harus mempersiapkan diri menghadapi Amar usia itu.” Alvin mengangguk, ia kembali sibuk dengan Amara yang berjuang menghabiskan susunya.
Kedua mataku mengerjap-ngerjap saat mengingat sesuatu. “Hmm, Alvin. Berapa hari kita menunda penyelidikan?”
Alvin mengangkat sebelah alisnya, “Penyelidikan apa?”
“Second message.”
Alvin bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kamar, sepertinya dia mengambil DVD yang sudah Fira temukan di kamar Papa. Bahkan sampai detik ini aku tidak mengerti kenapa Alvin melibatkan Fira.
![](https://img.wattpad.com/cover/180441994-288-k725027.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romans"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...