[108] Penginapan

1.3K 115 10
                                    


☘️☘️☘️

Hina mengeratkan genggaman tangannya pada Jaemin. Mereka berdua berjalan beriringan di pinggir sungai berbatu yang menjadi tempat Jaemin dan Hina untuk berlibur. Daerah yang cukup damai di pinggir kota yang jauh dari hiruk pikuk dan polusi kota besar menjadi pilihan Jaemin. Sudah tiga hari mereka tinggal di sebuah penginapan sederhana tetapi sangat nyaman untuk di tempati berdua. Jaemin merasa senang luar biasa bisa kembali berlibur dengan Hina, bepergian dengan pacarnya itu dan hanya ada mereka berdua.

"Jangan main air," tegur Hina saat Jaemin berjongkok dan hendak mencelupkan tangannya ke air sungai.

"Ngecek dinginnya doang Na," cengir Jaemin. Bandel dan malah nyipratin air ke wajah Hina.

"Ya!" delik Hina. Kaget merasakan dinginnya air mengenai wajahnya. Kalau saja ini musim panas, mungkin Hina akan senang di kerjain gitu. Tapi sekarang ini lagi musim dingin dan sudah memasuki pertengahan bulan Desember.

"Maaf sengaja," ujar Jaemin sambil meletin lidahnya.

"Ish," Hina hanya bisa mendesis tanpa membalas perbuatan Jaemin itu. Boro-boro mau nyipratin air, lepas sarung tangan aja Hina ogah kalo suhunya dingin begini.

Jaemin terkekeh, merangkulkan tangannya di pundak Hina dan mengajaknya menjauh dari sungai. "Mau balik ke penginapan?" tanyanya.

"Kamu gimana?"

"Aku sih oke. Kasian kamu kedinginan," Jaemin merapatkan jaket tebal yang Hina kenakan lalu mengecup kening pacarnya itu.

"Yaudah kalo gitu kita balik aja, aku laper," ujar Hina.

"Bikin ramen ya,"

"Ga boleh Jaemin. Inget kata papi, kurangin makan makanan instan,"

Jaemin manyun. "Sekali aja please. Aku kangen rasanya," rajuknya.

Hina mendengus ngeliat Jaemin gelendotan di lengannya sambil memperlihatkan ekspresi memelas. "Bilang sama papi dulu,"

"Yah Hina! Kalo bilang yang ada papi ngelarang," Jaemin manyun.

"Kamu baru aja sembuh, jangan nyari penyakit lain deh. Aku buatin sushi aja ya," ujar Hina.

"Emang bisa?"

"Kecil! Kan tadi pagi aku ada beli salmon mentah di pasar," senyum Hina menggembang. Dia berasa jadi ibu rumah tangga aja kalo lagi jauh dari orangtua dan hanya berduaan sama Jaemin. Baru bangun udah beres-beres penginapan trus belanja sambil nunggu Jaemin bangun. Ngelakuin hal kecil itu aja bisa bikin hati Hina menghangat saking senengnya, gimana kalo nanti mereka udah nikah trus Hina ngelakuin hal itu tiap hari. Ga jamin dia bakalan seneng terus.

Jaemin mengernyit, "Kapan? Kok aku ga tau?"

Hina tertawa pelan, "Kamu masih tidur kok. Ga usah tegang gitu mukanya," kekehnya. Lucu melihat Jaemin yang takut kalo dia masih suka lupain kejadian yang pernah mereka lalui. Sudah hampir dua minggu terakhir ini Jaemin ga pernah ngeluh tentang sindrom pelupanya itu lagi. Belakangan ini cowok itu tampak lebih rileks dan nyaman saat melakukan banyak kegiatan karena dia selalu mencatat setiap detailnya, dan sekarang Jaemin ga perlu catatannya lagi. Bisa dibilang doi sudah sembuh, ya walaupun masih suka lupain hal-hal kecil kayak lupa naruh barang-barangnya di mana. Tapi perkembangan Jaemin sangat cepat, Hina aja masih ga yakin Jaemin udah ga lupa-lupaan lagi. Soalnya dokter bilang sindrom itu hanya bisa di cegah bukan di hilangkan secara permanen.

"Siapa tau kan," desah Jaemin lega. "Eh tapi.. kamu ke pasarnya sama siapa?"

"Sama nenek yang punya penginapan," sahut Hina.

(✔️) Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang