Mati rasa

251 3 0
                                    

Sudah lelah kulapangkan segenap sesak, berserak di jalanan butir-butir pilu yang lalu, kita sampai di persimpangan bab yang membahas konflik.

Kita pernah dicabik-cabik rindu pada satu malam yang sama. Sedang sua enggan mengalah barang tiga jam saja. Aku dan kau menunggu, kita adalah dua sumbu yang jauh.

Harap kupaku di ujung tiang kebahagiaan paling tinggi, menembus awan-awan mendung bukan main, menebas angan-angan manusia lain.

Kita pernah bahagia
Meramu hangat di kala hujatan yang dingin menghujam, merangkul beban yang sama-sama kita pikul di setiap pukul.

Untaian kata yang kutenun rapih sebagai puisi tak pernah absen hujani malammu. Merona merah pipimu malu padahal aku jauh. Berdegub hampir meledak aku yang tersanjung atas pujian manismu.

Dan sekarang,
jangan kau cari aku yang saat itu hampir selesai mengolah pilu. Jangan kau tanya dengan ‘ke mana’ dan ‘bagaimana’ karena aku lupa dengan keduanya. Jangan sekali-kali panggil aku dengan lirihmu yang kini perih. Jangan kau tunggu puisi-puisiku yang masih sering kutulis, biar di sini, membeku dengan jemariku yang mulai mengabu.

Aku mati rasa, lupa siapa itu "bahagia".

MaulidaMarisa

For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang