Cara Mengatasi Kekhawatiran: Mari Berbuka!
Aku memahami kekhawatiranmu. Sebab, aku juga. Aku merasakan hal yang sama. Kita, khawatir akan hal-hal yang tak pernah kita duga. Tentang kamu yang berusaha dirayu oleh mantanmu atau aku yang kembali diusik mantanku? Intinya, kita berdua sama. Khawatir akan masa lalu yang berharap punya kesempatan untuk kembali sewaktu-waktu.
Maka begini saranku: Tutup semua kesempatan itu. Jangan pernah bukakan pintu!
Pasti kamu bertanya-tanya tentang bagaimana caranya, bukan? Sedangkan, perihal itu seringkali mampir ke dalam pikiran. Sekarang, hentikan! Aku tahu, kamu akan mengatakan bahwa kamu tak bisa. Bagiku, kamu hanya belum benar-benar mencobanya. Abaikan saja, anggap angin lalu. Ceritakan padaku, dan cukup sampai di situ. Cukup hanya kita berdua yang tahu dan sama-sama tahu.
Kamu tahu, kenapa aku memintamu berhenti? Semakin lama kamu membiarkan seorang tamu untuk masuk ke dalam rumah dan berlaku sesukanya di sana. Bahkan ikut campur mengubah tata kelola isinya. Kenyamananmu terganggu. Kamu tak bisa lagi tidur nyenyak. Sebab, tempat tidurmu sudah tak lagi diletakkan sebagaimana mestinya. Makan pun akan menjadi sebuah angan saja, karena ada banyak hal mengganggu yang tak semestinya ada di meja makan. Jangan sampai mati menjadi balas dendam karena tidurmu tak tersampaikan dan perutmu kelaparan.
Aku memilih bersama kamu untuk membangun sebuah rumah, di mana kita telah melakukan tata kelola sedemikian rupa. Tak peduli juga sebenarnya jika orang lain risih melihat kita rebah di lantai. Nyatanya, lebih baik begitu jika adanya kasur hanya menjadi luka, bukan? Ketika seseorang datang menyampaikan pesan - apalagi membicarakan kita dan rumah kita beserta isinya, marilah kita berbicara berdua. Dengan segelas es buah yang diminum berdua saat buka puasa dan aneka makanan lainnya - yang lebih sering kamu minta aku untuk menandaskannya, kita buka isi kepala kita. Memberikan kesempatan kata-kata yang masuk dari dalam telinga, dicerna sebagaimana mestinya. Jangan hanya menumeiyang tersedia di meja saja yang boleh kita cerna. Semua harus dicerna!
Selepas berbuka dan segalanya tercerna sebagaimana mestinya. Kamu ke dapur membersihkan setiap kotoran sisa percakapan tadi. Aku merapikan lantai tempat kita berbuka, mencoba meyakinkan bahwa semua baik-baik saja - bahkan jika tidak pun aku harus segera memperbaikinya. Indah, bukan? Setelahnya kita mau apa? Apapun bisa kita lakukan bersama, yang penting ketenangan terjaga. Tak perlu ribut soal 01 dan 02, siapa Presiden kita dan banyak hal lainnya.
Satu hal yang membuat ketenangan itu tetap terjaga adalah kita sama-sama tahu. Sampai saat ini kita masih ingin bersama. Aku ingin kamu menyempurnakan hidupku, sebagaimana aku tahu bahwa kamu tak sempurna hingga mengizinkan aku di tempatku berada saat ini.
Sekian.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You
PoetryBiarkan lilin yang kau tiup tetap menyala. Terang dan gelap tiada jadi pembeda. Sedih dan senang adalah dua hal yang sama-sama perlu kamu nikmati. Ketegaran hati datang kepada kamu yang tetap terlihat begitu kuat, setelah patahnya yang begitu hebat...