Nanti, jika beberapa masalah datang seperti: Standar sosial mulai memaksamu untuk menjadi apapun itu yang bukan sebenarnya dirimu,
ditinggalkan seseorang yang kamu sayangi dengan menyisakan kenangan yang mulai menggerogoti kesehatan jiwamu atau, harapanmu yang kerap kali tak berjalan sesuai ekspektasimu,
apapun itu yang mulai membuatmu merasa kehilangan separuh sukmamu karena sebegitu banyaknya luka yang membuatmu sukar untuk merasakan apa-apa yang mereka sebut bahagia, kumohon 'tuk jangan pernah menyerah, walaupun mungkin kau sudah mencapai titik terlelahmu. Takapa, tumpahkan saja semua yang kau rasa, setumpah-tumpahmu. Kau manusia. Dan jika kau ada dalam tahap di mana hanya mair yang menjadi harapmu, sungguh, pahamilah. Itu biasa. Aku ingatkan sekali lagi, itu berarti kau manusia. Tapi, jangan terlalu lama berlarut dalam sungkawa. Jangan terlalu lama mengulum duka. Berterima kasihlah pada mata sembab, pada bekas luka sayat, pada koyak di hati, pada lebam, pada kaca, pada buku, pada sajak, pada aksara, pada apa saja yang mengajarkanmu pelajaran paling berharga tentang hidup-menghidupi. Yang dengan itu kau tahu, kau harus berjuang 'tuk sampai pada titik di mana kau bisa merasa sepenuhnya hidup–bukan hanya sekadar hidup.
Sungguh, bahagia terlihat sangat elok di wajahmu nan jelita itu. Dengan itu, berbahagialah. Karena kau layak. Mari, mencapai titik sembuh yang berbuah bahagia yang abadi, walaupun merangkak adalah cara satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You
PoetryBiarkan lilin yang kau tiup tetap menyala. Terang dan gelap tiada jadi pembeda. Sedih dan senang adalah dua hal yang sama-sama perlu kamu nikmati. Ketegaran hati datang kepada kamu yang tetap terlihat begitu kuat, setelah patahnya yang begitu hebat...