Tidak pernah ada yang istimewa pada hari-hari saya. saya selalu ingin meminjam senyum engkau agar mampu melihat kebahagiaan setiap bercermin, tapi kita tahu kalau hal itu tidak mungkin.
1. satu lagi hari terlewati setelah sebelumnya engkau menolak untuk tetap menggenggam tangan saya. kesedihan selalu tiba tepat waktu. saya sebenarnya tidak ingin menangis tapi angin membuat mata saya berair, lalu air mata menjadi pencerita yang andal untuk setiap luka saya yang menolak dikeringkan kemarau.
2. saya masih suka mendengarkan lagu kesukaan engkau. lagu sederhana yang liriknya hanya beberapa baris. lagu yang lagi-lagi memaksa saya untuk menepuk-nepuk dada sendiri.
3. saya tidak ingin engkau menjadi penyair karena sebab-sebab aneh yang sayangnya mampu engkau terka. perempuan lain mudah sekali jatuh cinta pada kata-kata yang manis tapi menyakitkan tapi mereka suka kesedihan yang karena engkau. saya lebih suka engkau menjadi pegawai restoran, penjaga perpustakaan, atau apa saja asal mata mereka tidak lagi berlomba-lomba mencari-cari engkau pada bait-bait aksara.
4. buku-buku yang engkau sarankan untuk saya baca masih tertumpuk serak di sudut kamar. setiap halamannya selalu menerjemahkan cinta engkau yang untuk saya. saya tidak lagi ingin berharap, maka saya tidak membaca buku-buku itu.
5. lampu-lampu jalan masih suka mengingatkan tentang engkau yang memeluk saya petang itu. jalan yang sepi masih suka mendengungkan langkah-langkah kaki kita yang seret—langkah kaki yang menolak tiba di rumah agar malam dapat dinikmati lagi berdua. ke mana perginya keinginan-keinginan itu?
6. hampir saja rindu meledakkan dada saya yang telah merenta dengan sangat cepat sebab engkau yang udara ditarik paksa keluar paru-paru. orang lain tidak mengerti dan tidak perlu mengerti tentang mengapa saya tidak memilih untuk berhenti bernapas saja sementara mencintai engkau adalah satu-satunya hal yang sanggup saya hidupi.
7. pada jari-jari gemetar yang menuliskan ini, masih tertinggal hangat jari-jarimu yang menenangkan. sehingga sekali lagi saya mampu mengingat engkau—semata agar engkau abadi meski harus retak-retak tulang saya dihajar kenyerian yang sangat.
8. padahal saya masih ingin mengepang rambut engkau yang sepertinya sudah kelewat panjang untuk seorang lelaki. engkau bilang rambut engkau yang panjang itu selalu pandai membujuk lengan-lengan saya untuk merapikannya. lengan-lengan yang akhirnya berakhir dengan memeluk engkau dekat dan erat.
9. engkau menyukai pantai ketimbang gunung, tapi engkau belum pernah mengajak saya menikmati ombak berdua. saya baru memahaminya sekarang, bahwa engkau sedang menjauhkan saya daripada hal-hal yang mungkin akan menyakitkan untuk diingat kembali.
10. sayang sekali, saya terlebih suka menuliskan engkau. usaha engkau agar saya tidak lagi kesakitan ternyata gagal. seharusnya kita menyadarinya jauh sebelum hari ini, supaya sekalian saja kita menciptakan banyak kenangan yang membuat luka semakin menganga. saya lebih baik tidak sembuh sama sekali.
11. tulisan ini bilangannya ganjil, sama seperti hati, jantung, dan mulut saya yang tanpa engkau. bahkan lengan, mata, dan kaki saya ikut-ikutan mengaku ganjil hanya agar engkau tetap tinggal di sini.
apakah saya menuntut terlalu banyak?
MaulidaMarisa
KAMU SEDANG MEMBACA
For You
PoetryBiarkan lilin yang kau tiup tetap menyala. Terang dan gelap tiada jadi pembeda. Sedih dan senang adalah dua hal yang sama-sama perlu kamu nikmati. Ketegaran hati datang kepada kamu yang tetap terlihat begitu kuat, setelah patahnya yang begitu hebat...