Aku menjadi saksi seorang wanita
merayakan rindu yang pesta pora di kepala dihujani kata demi kata yang tak sanggup diucapkan sambil menatap mata.Aku tergugah dengan setiap aksara
yang digubah untuk bersuara
memanggil-manggil sang pria tuk sekadar bertanya, adakah segala tentangnya? masih tersisa bahkan sekadar di pelupuk mata
meski sedikit masa.Aku terenyuh dan tak tahu mesti apa
jarak membuatnya seolah tersiksa
meski nyata itu telah tiada namun keberanian atau mungkin kemauannya sirna untuk sekadar menyapa sang pria yang singgah di ibu kota.Ia merana
mereka-reka seolah baik-baik saja
mengoyak-koyak luka hingga tak lagi ada sisa sebab tak pernah ada habisnya.Sebagai wanita
aku merasa ia begitu tegar
hingga mampu membangun tinggi pagar bersaing dengan kerasnya gemuruh perang badar di antara rasa yang ia pupuk tanpa pudar meski akalnya sadar seluruh kisahnya kini tak lagi miliki pendar.Entah aku hendak memanggilmu apa, tapi begini.
Sebagai lelaki, sejatinya aku iri
dengan caramu yang tak pernah berhenti meski akhir telah lama berada di sisi.
Kau biarkan ia tetap tinggal di hati
meski nyata segalanya tanggal
kau biarkan ia jadi bantal
menjadi rebahmu kala terpental.Kepadamu
aku tunduh pada jalan cinta yang tak ragu apalagi malu.
Kau tetap jaga harga dirimu sebagai makhluk Tuhan yang satu.MaulidaMarisa
KAMU SEDANG MEMBACA
For You
PoetryBiarkan lilin yang kau tiup tetap menyala. Terang dan gelap tiada jadi pembeda. Sedih dan senang adalah dua hal yang sama-sama perlu kamu nikmati. Ketegaran hati datang kepada kamu yang tetap terlihat begitu kuat, setelah patahnya yang begitu hebat...