Yogyakarta, kota yang dahulu sempat menjadi pusatnya Indonesia. Kota yang sering menjadi bahan pembicaraan para traveler karena ciri khasnya.
Dari sang surya menampakkan dirinya, sampai kembali lagi bersembunyi, Yogyakarta selalu indah.
Yogyakarta menjadi kota spesial bagiku. Selain karena Yogyakarta menjadi tanah kelahiranku, Yogyakarta menjadi tempat dimana halaman demi halaman kisah kehidupan ku tertulis.
Aku, Kayla Naura Ayuningtyas. Tepat pada tanggal 25 Januari 1998 di Yogyakarta, ibuku melahirkanku di planet berwarna biru dan hijau ini.
Ibuku seorang dokter, dan bapakku seorang tentara. Yang satu tugasnya mengobati, yang satu tugasnya melindungi.
Di umurku yang masih tiga tahun, aku sudah ditinggalkan oleh bapak dan juga ibu. Bukan ditinggal untuk memenuhi panggilan Yang Maha Kuasa, tapi ditinggal untuk memenuhi panggilan tugas.
Aku masih bersyukur, ibuku masih ingat dengan rumah, walau terkadang datang di saat aku sudah berada di alam mimpi.
Berbeda dengan bapak, bapak seperti tidak ingat rumah, bahkan, aku pernah berharap kalau bapak tidak akan kembali lagi ke rumah. Bagaimana bisa? Ya iyalah, bapak pulang seperti menumpang duduk saja, pergi bisa berbulan-bulan, di rumah hanya dalam hitungan hari.
Perlahan-lahan aku bisa memahami keadaan. Aku paham, menjadi seorang tentara plus bapak itu tidak mudah.
Aku sempat diceritakan oleh kakek ku, yang kebetulan dulunya adalah tentara. Sejak kakek ku menceritakan kisahnya, aku paham, aku merasa berdosa karena pernah tidak mengharapkan bapak untuk kembali ke rumah. Maafkan aku pak.
Aku ini anak bontot, yang artinya, aku memiliki seorang kakak. Dia laki-laki yang sangat menyebalkan, sama seperti bapak. Bukan karena tidak ingat pulang, kakak ku masih pulang, tapi disaat sang surya sudah berganti peran dengan sang rembulan.
Yang aku ketahui, kakak ku sangat menyukai dunia olahraga, berbeda dengan ku, bukan membenci olahraga juga, tapi tidak suka dengan olahraga. Ya sudahlah, apapun itu, aku tidak menyukai dunia olahraga.
Di tahun 2018 ini, usiaku sudah menginjak 20 tahun. Cukup dewasa, walaupun sebelum umur 20 tahun pun aku sudah dewasa. Aku terus didesak oleh keluarga ku untuk pindah ke Jakarta. Padahal, aku masih ingin di Yogyakarta. Entahlah, apa istimewanya dari Jakarta, macet dan banjir, hanya itu yang ku tahu.
Yogyakarta terlalu indah untuk ditinggalkan. Banyak cerita yang terjadi disini. Termasuk, tentang aku dan juga dia. Dia yang berhasil menciptakan lembaran berwarna-warni ataupun putih abu-abu di dalam buku ku. Ya sudahlah, nanti kalian akan tau seperti apa.
Buku ini akan dimulai dari pertemuanku dengan dia. Yang tadinya seperti Bumi dengan Neptunus, menjadi seperti Saturnus dengan cincinnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA
Ficção AdolescenteDi bawah cakrawala dan di atas bentala Yogyakarta, aku dan kamu, mendapat restu dari sang pencipta, untuk bersatu menjadi kita.