Semenjak kejadian malam itu, aku masih mengurung diriku di kamar. Aku marah sama semuanya.
Apa kalian tidak berpikir rasanya akut ditinggal sendiri? Sudah ditinggal bapak ibu, sekarang mas Aiq yang sudah merencanakan untuk meninggalkan ku.
Mau bilang aku kekanak-kanakan, ya silahkan. Aku memang seperti ini, yang pastinya, ada alasannya.
Tok tok tok..
"Kay, ini ibu. Sarapan yuk di bawah! Bapak sama mas Aiq udah nunggu."
"Duluan saja!"
Aku masih tau diri, jadi ya, aku membalas ucapan ibu ku. Walaupun jatuhnya tidak sopan juga.
"Nak, makan yuk!"
Kali ini aku tidak menjawab.
Tidak ada suara ibu lagi, ku rasa, ibu kembali lagi ke meja makan. Aku berpikir untuk makan nanti saja, bila meja makan sudah tidak ada orang.
Aku berpikir setengah jam waktu yang cukup untuk sarapan, jadi aku memutuskan untuk ke meja makan.
Tapi tidak jadi, aku melihat mas Aiq menaiki tangga. Aku kembali menutup pintu kamar ku.
Tok tok tok....
"Kayla, buka! Ini mas!"
Aku tidak menjawab. Aku membelakangi pintu saat ini.
"Kay, mas bawa sarapan kamu."
"Kayla ga nyuruh mas bawain sarapan Kayla!"
"Kayla, keluar kamu!"
Itu suara bapak ku. Nada nya sudah meninggi, artinya, bapak ku sudah marah.
Aku membuka pintu dan sudah bersiap dengan kemarahan bapak. Aku pingin lihat, seberapa bisa bapak marah kepada ku?
"Mas udah bawain kamu sarapan, kamu hargai Kay." ucap bapak
"Kayla ga nyuruh siapa-siapa buat bawain sarapan pak. Kayla bisa ngambil sendiri."
"Tolong jangan kekanak-kanakan Kayla!" ucap bapak ku dengan nada tinggi
Keadaan hati ku tengah berawan dari semalam. Sekarang, ditambah bapak berbicara dengan nada tinggi.
Air mata ku mulai turun, aku tidak sanggup menahannya lagi.
"Memang kenapa kalau Kayla kekanak-kanakan?! Salah? Kayla cuman minta perhatian kalian aja!"
"Belajar dewasa Kayla." ucap ibu
"Apa selama ini dengan Kayla menerima kehadiran bapak dan ibu di rumah yang hanya beberapa hari saja dan pergi berbulan-bulan, belum bisa dibilang dewasa?! Kayla juga...
"Kayla Naura Ayuningtyas!" potong ayah ku
Aku menunduk ke bawah. Aku mengepalkan tangan ku.
"Mas. Jangan dibentak." ucap ibu
"Bapak ga bentak Bu."
Aku memutuskan untuk membuka suara. Aku tidak peduli apakah perkataan ku menyakiti hati semuanya atau tidak.
"Semua saja meninggalkan Kayla sendiri. Lebih baik Kayla tinggal sama uti dan Kakung di Solo."
Aku kembali memasuki kamar dan menguncinya. Aku hanya bisa menekuk lutur, bersandar di pintu, dan menahan suara tangisan.
Aku benci hari ini. Kenapa harus ada hal seperti ini disaat semuanya tengah berkumpul bersama?
Aku menghapus air mata ku dan aku membuka handphone ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA
JugendliteraturDi bawah cakrawala dan di atas bentala Yogyakarta, aku dan kamu, mendapat restu dari sang pencipta, untuk bersatu menjadi kita.