Setitik binar putih memaksa netra ku untuk terbuka dan sukma ku untuk kembali ke raga ku.
Aku berusaha untuk memfokuskan apa yang aku lihat saat ini. Kepala berdenyut hebat rasanya, tulang ku rasanya ingin lepas satu persatu.
"Pejamin mata kamu dulu, pelan-pelan berusaha untuk melihat cahaya."
Aku melakukan perintah dari suara yang entah datangnya darimana. Aku berusaha untuk fokus terlebih dahulu.
Perlahan-lahan, netra ku terbuka. Akhirnya, aku bisa melihat tempat dimana aku berada. Pandangan ku pun menuju ke arah suara yang tadi memerintahkan ku.
Bola mata berwarna coklat elang yang pertama kali aku dapatkan. Tidak ada ekspresi dari pemilik bola mata itu.
Sabian Prabaswara Wiraguna, sang pemilik bola mata elang itu. Kok bisa ada di sini?
"Mau minum?" tawarnya
Aku mengangguk.
Dia pun berusaha untuk membuat ku duduk terlebih dahulu. Demi tuhan, seluruh tubuhku rasanya sakit semua.
Dia pun mengambil gelas yang berisi air putih di meja dan memberikannya kepada ku. Aku pun menerimanya dan menenggak setengah dari isi nya.
Aku kembali memberikan gelas itu kepada dirinya sambil bertanya-tanya kenapa dia bisa ada di sini.
"Sakit semua?" tanya nya
Aku mengangguk.
"Lain kali pulang sama saya aja atau sama teman mu. Jangan angkutan umum lagi."
Aku hanya tersenyum. Aku masih ingat betul hal yang menyebabkan seluruh tubuhku sakit.
"Sama siapa pun, kalau Kayla sudah ditakdirkan seperti itu, pasti akan terjadi kak."
"Setidaknya tidak seperti tadi."
"Memang kenapa?"
"Untung saja saya menelepon kamu dan ada yang memberitahu saya kalau sangat pemilik handphone ada di rumah sakit."
"Terus kak Abi langsung ke sini?"
"Engga, mampir dulu ke tukang bakso."
"Loh?"
"Ya kamu pikir saja, teman mu dikabarkan kecelakaan, kamu akan pergi kemana?"
"Iyaa maaf."
"Oh iya, maaf saya udah lancang membuka HP kamu."
"Untuk?"
"Menghubungi orang tua kamu."
"Hah?! Kakak menghubungi siapa?! "
"Bapak kamu."
"Ya Allah!"
"Loh, salah?"
"Bapak ku itu orangnya sibuk banget."
"Sesibuk-sibuknya orang tua, pasti dia masih memprioritaskan anaknya."
"Masalahnya, bapak ku itu punya dua prioritas. Negara yang diutamakan."
"Pantesan."
"Pantesan kenapa?"
"Logat nya beda."
"HP saya dimana?"
"Lagi diisi daya. Handphone kamu sudah kritis sejak orang yang menghubungi saya memberikan HP kamu ke saya."
"Terus mas hubungi bapak pakai apa?"
"Awalnya pakai hp saya, tapi ga dijawab-jawab, mungkin karena nomor tidak dikenal."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA
Novela JuvenilDi bawah cakrawala dan di atas bentala Yogyakarta, aku dan kamu, mendapat restu dari sang pencipta, untuk bersatu menjadi kita.