Setelah mengalami rasanya dipermalukan di tempat itu, akhirnya aku sampai di rumah orang tua ku.
Seperti biasa, sepi dan sunyi, karena memang tidak ada makhluk hidup selain diriku.
Aku langsung pergi menuju ke kamar ku untuk bersih-bersih dan menjalankan ibadah.
30 menit waktu yang aku habiskan, akhirnya, aku bisa merasakan surga dunia.
Tubuhku akhirnya jatuh di tempat yang sangat lembut dan empuk. Siapa lagi namanya kalau bukan kasur.
Aku memejamkan mataku sejenak, menikmati suasana dingin dari AC dan juga kelembutan kasur ku.
10 menit kemudian, aku membuka kembali mataku, daripada kebablasan tidur.
Katanya sih, tidur setelah Ashar itu gak boleh. Katanya bisa membuat seseorang menjadi gila.
Kalau dipikir secara logika sih benar saja. Jarak antara Ashar dengan Maghrib kan berdekatan.
Kalau tidur Ashar cuman sebentar doang, terus gak puas. Jadi ya, ada benarnya juga sebenarnya.
Disaat aku melamun, kejadian memalukan di tempat tadi kembali aku ingat.
Malu, tentu pasti, tapi, ini ada rasa yang berbeda. Apalagi kalau melihat ekspresi laki-laki tadi.
Dan aku pun merasa, cara berbicara kepadaku itu, seperti dia berbicara dengan orang yang benar-benar sudah dekat dengan nya.
Aku tau tipikal orang seperti dia, akan asik kalau sudah benar-benar menjadi orang terpercaya nya.
Tapi kan, aku baru bertemu dengan dia dua kali, itu pun hanya beberapa menit saja.
"Astagfirullah Kayla! Ngapain mikirin laki-laki itu!" Batinku
Aku langsung mengambil novel yang sempat aku baca, bagaimana pun juga, aku tidak boleh lagi membiarkan laki-laki itu masuk ke dalam pikiranku.
Namun tetap saja, tulisan yang aku baca di novel, malah tergantikan dengan wajahnya.
Ya Gusti, aku ini kenapa? Dia itu pakai pelet apa? Kenapa bisa membuat aku terbayang-bayang terus.
Kekesalan ku terhenti ketika dering telepon berbunyi. Tertera nama ibu di sana.
"Halo, assalamualaikum Bu."
"Waalaikumsalam cah ayu. Lagi apa?
"Nyantai aja bu."
"Sendiri?"
"Seperti biasa."
"Lah, mas belum pulang toh?"
"Ibu kayak gak tau mas aja."
"Kamu sudah hubungi bapak belum? Bapak kangen."
"Kayla takut ganggu bu kalau ngehubungin bapak."
"Ya engga. Udah makan?"
"Tadi di sekolah."
"Abis Isya ibu pulang, tapi gak sendiri."
"Sama temen-temen ibu?"
"Sama bapak."
"Hah?!!" Teriak Kayla
"Astagfirullah!"
"Maaf bu. Ibu jangan bercanda."
"Engga, ibu mana pernah bercanda."
"Apaan, orang kadang-kadang sering ngerjain Kayla."
"Kalau gak percaya, telepon bapak mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA
Novela JuvenilDi bawah cakrawala dan di atas bentala Yogyakarta, aku dan kamu, mendapat restu dari sang pencipta, untuk bersatu menjadi kita.