"Jangan-jangan apa?" Vanila mengerutkan kening, penasaran bercampur gelisah.
Late mendekatkan wajahnya. Mengurung Vanila melalui sorot matanya yang penuh selidik.
"Jangan-jangan lo -" lagi-lagi Late memberi jeda yang mendebarkan, "jangan-jangan lo pengen jadian beneran sama gue, ya? HAYO NGAKU! Lo ngiri sama mereka, kan? Mangkanya tadi lo asal nyumpahin mereka gitu. Eh nggak taunya bener-bener kejadian."
Di depan Vanila yang melongo bingung, Late berdecak sambil memicing. "Sungguh kebetulan yang aneh."
Glek.
Entah apa yang sedang dipikirkan Late, tapi Vanila menjamin jika cowok itu tidak akan berhenti mencari tahu. Jadi mulai sekarang, ia bertekad akan mengamalkan peribahasa "diam itu emas" setiap kali berada di dekat Late.
"Heh Cewek Ninja! Dari kemarin lo belum buka sosmed, ya?" tanya Late yang merasa aneh karena Vanila bersikap 'b' aja setelah kejadian di kafe kemarin.
Vanila yang sedang berjalan menuju parkiran, tiba-tiba berhenti. Membuat Late yang sedari tadi mengikutinya, nyaris terpelanting karena menubruk punggung cewek tomboy itu.
Ia ingat betul setelah bertemu Late di kafe, ia pulang hanya bersama sopir serta ibunya. Sampai di rumah pun Vanila hanya bisa sesenggukan di kamar, tak berminat melakukan aktivitas lainnya kecuali menangis.
Kakak laki-lakinya yang bernama Key, menghilang di tengah-tengah persidangan. Dan sampai sekarang, Key belum pulang ke rumah tanpa memberi kabar apa pun.
"Mau buka sosmed gimana, kalo hp gue disita idola lo itu?" Vanila beralibi, membuat Late hanya bisa menatapnya sambil nyengir.
Merasa tak ada yang harus dibicarakan lagi, ia kembali melangkah menuju area parkir. Sengaja dipercepat tempo berjalannya agar Late tidak terus mengekori.
Namun rupanya si kepala batu itu masih belum juga menyerah walau kelihatan lelah.
Tak ada pilihan lain, Vanila akhirnya berlari kecil. Seringai gadis itu mencuat ketika mendengar desahan napas Late yang kian tersengal.
Bruk
Langkah Vanila tertahan. Ia menoleh ke belakang dengan hati-hati.
"Heh, jangan bercanda lo," ujar Vanila merasa Late pasti sedang mengelabuinya.
Untungnya Late belum benar-benar hilang kesadaran. Cowok itu berusaha susah payah untuk bisa duduk. Setelah menarik napas beberapa kali, disodorkan ponselnya ke Vanila untuk meminta bantuan gadis itu menghubungi seseorang.
"Cari nama Rendy di what's app gue, tolong bilangin dia suruh jemput Browny di sini." Late masih sempat-sempatnya memikirkan anjing kesayangannya itu meski kepalanya terasa pening.
Untungnya sebelum mengejar Vanila tadi, ia sempat mengikat tali anjingnya ke pagar besi yang ada di pinggir lapangan.
"Lah, yang lagi butuh pertolongan itu elo, bukan anjing lo." Vanila tak habis pikir dengan jalan pikiran Late. Pasti setelah ini, ia yang akan direpotkan. "Lo juga balik sama Rendy, kan? Nggak bakal ngrepotin gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Teen FictionKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...