PART 28 : BERSERAH

12.4K 2.2K 571
                                    

Pada akhirnya, setiap perasaan yang sempat berlayar ke mana-mana, akan berlabuh ke dermaga awal yang sebenarnya hendak ia tuju.

***.

"Permisi," sapa seorang perawat memasuki sebuah ruang inap yang tampak hening.

Pasien di ruangan itu masih terjaga. Ia memang berbaring, tapi matanya belum memejam. Sebaliknya, diletakkan telunjuknya di depan bibir, memberi kode pada perawat yang baru saja datang agar tidak berisik.

"Loh, kok penunggunya yang malah tidur?" Perawat itu melirik ke arah Vanila yang tertidur pulas di sofa.

Posisi gadis itu duduk, dengan kepala menyandar ke tembok dan mulut sedikit menganga.

"Sus, tolong ambilin hp saya di situ." Brilian menunjuk lemari kecil yang tak jauh dari tempat si perawat berdiri. "Laci pertama, Sus."

Cekrek!
Sialan kok bunyi, sih?

Bukan cuma si korban yang terkejut, tersangkanya pun juga belingsatan.

Vanila mengibas-ngibaskan kepalanya. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya tersadar jika Brilian baru saja mengabadikan pose aibnya.

"Bri, ah! Lo tu ya cari masalah mlulu," kesal karena Brilian seringkali mengusilinya, Vanila segera bangkit lantas mengentak ke ranjang sahabatnya itu. "Hapus dih, fotonya."

Brilian menjulurkan lidahnya sembari menjauhkan ponselnya dari jangkauan Vanila. "Ogah, ambil sendiri kalo bisa," tukasnya lantas terkekeh.

Foto itu mungkin akan menjadi foto aib Vanila kelima puluh dua yang menghiasi galeri ponselnya. "Muka lo absurb banget, sumpah."

Belum puas membuat Vanila kesal, Brilian mengarahkan layar ponselnya ke perawat yang ada di sisi kiri ranjangnya.

"Liat, Sus. Ekspresinya dapet banget, ya. Memeble." Setelah mendapati perawatnya menahan geli, Brilian memasukkan ponselnya ke bawah selimut.

"Emang nggak tahu terima kasih nih bocah," ujar Vanila pura-pura bete. Kedua pipinya digembungkan. "Yaudah, gue kalah kalo udah lo masukin ke sono."

Vanila berbalik, berniat kembali ke sofa untuk melanjutkan tidurnya. Namun tanpa terduga, ia tiba-tiba kembali menyergap Brilian yang lengah.

"Eits!" Gerak refleks Brilian lebih cepat. Disambar ponselnya dari dalam selimut lalu diangkat ke atas kepala. "Apa lo?"

"Oh, nantangin?"  Vanila menyisingkan lengannya, bersiap berperang.

Perawat bernama Vika itu sampai kebingungan. Awalnya ia ingin memastikan botol infus Brilian masih terisi. Tapi karena Vanila tampak beringas, ia mundur otomatis menjaga jarak.

"Siniin hpnya, Bri!" pinta Vanila sembari setengah berjinjit.

"Ini kan hp gue, kenapa lo yang repot, sih? Serah gue lah.. Mau gue angkat, gue banting, gue buang," balas Brilian dengan senyum sumringah.

Rasanya sudah lama sekali hatinya tidak seceria ini. Tawanya benar-benar lepas. Mungkin terakhir kali bercandaan sama Vanila,  sebelum ia menjalin hubungan dengan Helen.

"Bri, pinjeeeeeem hp lo bentar, ih!"
Kaki Vanila yang berjinjit sedikit terpeleset.

Setengah tubuhnya terdorong ke depan, sampai menyentuh ranjang Brilian.

Dunia seolah membeku. Kini keduanya saling bertatap. Sampai-sampai desah napas Brilian yang hangat terasa menerpa wajah Vanila.

"Ehem.." Vika memancing dengan pura-pura batuk. Memberi kode agar keberadaannya tidak diabaikan. "Duh, berasa jadi patung yang lagi nemenin orang pacaran."

VaniLate (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang