Bagiku, kesempatan tidak hanya menghampiri satu kali.
Berapa banyak kesempatan itu datang lagi, tergantung dari berapa kali kamu mau mencoba bangkit meski kegagalan seringkali menyesakkan dada.
***
Gue nggak boleh diem aja. Gue harus nolongin Helen. Kalo sampe nanti terjadi sesuatu sama Helen, gue pasti bakal ngerasa bersalah banget.
"Woy, Kak! Kok lewat sana?" Salah satu peserta meneriaki Vanila ketika melihatnya berbelok arah.
"Wah, jangan-jangan dia mau motong jalan," sahut temannya dengan mata memicing.
Sambil tetap berlari, peserta lain mengomentari. "Eh, tapi dia malah balik ke tempat start tadi loh."
Suara-suara saling bersahutan, seperti dengungan lebah. Mereka seolah menghakimi, mempertanyakan apa yang sedang dilakukan Vanila. Dan tanpa terduga, gadis itu berlari keluar dari rute yang sudah ditentukan panitia.
Matanya awas mencari-cari keberadaan seseorang.
Dia belum pergi, kan? Apa masih di tempat tadi?
Hanya dalam waktu sepuluh menit, Vanila sudah berhasil kembali ke area parkir. Lalu tatapannya tertuju ke arah kerumunan di depan salah satu kedai minuman.
Vanila curiga, jika ada sosok Late terjebak di antara segerombol gadis-gadis remaja yang sedang antre untuk berfoto-foto.
"Lat!" teriakan Vanila tidak mampu menembus barisan pertahanan gadis-gadis di sekeliling Late. "LALAT!"
Untungnya cowok itu punya badan yang menjulang, jadi Vanila tetap dapat melihatnya meski dari kejauhan.
Tanpa berlama-lama lagi, Vanila segera mengentak menghampiri Late. "Anterin gue, sekarang."
Begitu Vanila datang, kerumunan itu terpecah. Tak punya pilihan lain, berapa gadis menyingkir untuk memberi ruang pada Vanila. Daripada nanti diajak baku hantam sama si cewek ninja yang tampak garang itu.
"Anterin gue ketemu Helen. SEKARANG," ucap Vanila yang dinadakan seperti sedang memerintah, bukan memohon.
Kening Late berkerut. "Lah, emang acara lo udah kelar?" Tatapan Late terlempar ke arena pelari lain.
"Tuh, masih ada yang lari. Atau jangan-jangan, lo nggak jadi ikut event running hari ini?" tanya Late, memastikan jika dugaannya tidak salah. Ia tampak terusik dengan keputusan Vanila.
"Ah, gampang gue bisa ikut lagi di event lain." Tak sabar menunggu respon Late, gadis itu kembali menepuk-nepuk lengannya. "Ayo, dong. Nanti kita keburu telat. Kayak nama lo kalo diartikan Bahasa Indonesia, telaaaat."
Bola mata Vanila mengerjap-ngerjap bingung.
Kenapa gue malah ngomongin hal nggak penting, sih? Jadi random sendiri, deh. Terlalu sering sama Late, otak gue jadi ikutan konslet.
Merasa Vanila sedang butuh didengarkan, Late mengangkat sebelah tangannya. Memberi kode pada fans-fansnya yang masih berkerumun mengelilingnya.
Karena gerak-gerik dan attitudenya yang sungguh sangat mengesankan, gadis-gadis itu tampak tidak keberatan, lalu bubar secara sukarela.
Walau ada beberapa dari mereka yang sedikit menyayangkan kesempatannya berfoto bersama Late raib begitu saja.
Di lubuk hati Late, ada secuil perasaan tidak rela yang bersarang. Ia tahu betul, Vanila sebenarnya sudah berjuang mati-matian untuk dapat mengikuti lomba lari hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Novela JuvenilKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...