PART 11 : BERUBAH

15.6K 2.5K 1K
                                    

Aturan main untuk mencintai maupun melepaskan adalah, sama sama tidak bisa dipaksakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aturan main untuk mencintai maupun melepaskan adalah, sama sama tidak bisa dipaksakan.

***

Hal yang paling menyebalkan adalah ketika semesta seolah bersekutu untuk melengkapi kesedihan yang kita rasakan.

Sore sepulang sekolah, Vanila ingin sekali melampiaskan sesak di dadanya dengan berlari. Namun kenyatannya ia malah terperangkap di halaman sekolah sebab hujan yang tak kunjung reda.

"Runner lagi baper?" tanya sebuah suara dari balik punggungnya, yang ternyata milik Hansamu. "Nggak balik?" tanyanya lagi sebab Vanila masih tidak bereaksi.

"Hujan noh." Vanila melempar tatapannya ke luar sekolah.

"Masa Runner takut hujan?" Bukannya menutup mulut, Hansamu malah semakin mengoceh.

Vanila melebarkan matanya. Menatap kesal kakak kelasnya yang banyak bicara itu. "Heh, Kak. Lo mah kalo ujan-ujanan ada barengannya, cewek lo. Lah gue? Sendirian di bawah guyuran hujan, udah kayak jomblo yang depresi akut dan udah bosen idup."

Hansamu terkikik lalu memberi kode pada ceweknya yang ada di samping Vanila untuk mendekat.

"Mau bareng kita, nggak?" tanya Hansamu sembari memutar-mutar kunci mobilnya dengan telunjuk. Niatnya pamer kalau punya harta, tahta dan wanita. "Mumpung gue baik, nih."

"OGAH!" balas Vanila lalu berderap menjauh dari sana. Gadis itu melenggang menuju salah satu bangku yang kosong di depan koridor kelas satu.

Kalo lagi kasmaran aja, adem-adem kayak gitu. Coba ya, liat beberapa Minggu lagi. Udah perang dunia pasti. Secara Kak Hansamu kan kapten futsal, fansnya banyak.

"Hayo! Lagi ngalamun, ya?"
Sebuah suara diiringi tepukan di pundaknya, membuat Vanila terlonjak. Ia menoleh cepat, tak sabar memaki orang yang baru saja mengagetinya.

"Heh, lo - " Vanila mengatupkan bibirnya. Nyali gadis itu menciut. Di bangku yang sama, Pijar sedang menelengkan kepala sembari tersenyum ramah.

Glek.

"Eh, Kak Pijar," sapa Vanila dengan canggung. Mendadak, ninja pecicilan itu berubah lemah lembut bak putri solo.

Baru saja ingin mengajak Pijar berbincang, tatapannya dialihkan dengan hal lain. Di parkiran sekolah, ia melihat Brilian dan Helen sedang berjalan bersama di bawah payung yang sama.

"Kamu suka Brilian, ya?" tanya Pijar.
Karena penasaran dengan perubahan ekspresi Vanila, ia mengikuti ke mana arah mata gadis itu tertancap.

Vanila terdiam, menunduk dengan sorot mata sayu. "Emmm, nggak juga sih, Kak. Cuma apa ya, udah kebiasaan bareng dari dulu. Jadi kayak ngerasa ada yang hilang aja begitu dia punya prioritas lain."

Anehnya, Pijar tampaknya tidak merasa iba. "Jadi sekarang.."

"Mereka jadian di hari ulang tahun Brilian," jawab Vanila cepat. Memotong ucapan Pijar yang ia tahu kelanjutannya. "Eh, kok jadi bahas Brilian sih, Kak?" Vanila heran sendiri karena dapat bercerita bebas dengan Pijar.

VaniLate (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang