Dia sudah berada erat dalam genggaman. Tapi ku tak berupaya mempertahankan. Jika suatu saat aku benar-benar kehilangan, aku pasti tenggelam dalam penyesalan.
***
Di ruang tamu keluarga Vanila, tampak dua orang saling bercakap akrab. Sekilas, keduanya seperti sepasang anak dan ibu.
Namun begitu ada suara mobil yang berhenti di depan pagar rumah, perhatian Miranda, Mama Vanila, teralihkan sejenak. Ia bergegas beranjak dari ruang tamu sembari mengawasi mobil asing yang terparkir di luar rumahnya.
"Lah, ternyata kamu, Van. Mama kirain siapa," celetuk Miranda, menyambut Vanila dari teras rumah. "Eh, kok kalian bisa bareng?" Telunjuk Mama Vanila bergantian mengarah ke Late lalu ke putrinya.
Sebelum Vanila sempat merespon, Late mengentak maju, mengulurkan tangannya lantas menyalami Mama Vanila dengan sopan.
"Tadi motor Vanila mogok di sekolah, Tante. Jadi saya ajak bareng aja," jawab Late tegas. Suara cowok itu bahkan terdengar stabil.
Vanila menaikkan sebelah alisnya, menyimpul senyum. Hmm, mayan juga nyalinya di Lalat.
Cintamy mengangguk-angguk maklum. "Tapi kok kalian jam segini baru sampe rumah? Kalian mampir ke mana?"
"Tadi kita mampir ke bandara dulu, Tan." Late mencoba menjawab jujur.
"Bandara? Ngapain, Van?" Kali ini Miranda ingin mendengar jawaban dari putrinya.
"Nganter member EXO balik ke Korea, Ma." Vanila menjawab asal.
Celetukan gadis itu membuat Late nyaris terbahak. Pipinya sampai menggembung. Late menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan batinnya sebelum tawanya benar-benar meledak.
"Kamu itu ya, Van, tiap kali ditanya serius jawabannya nggak pernah bener," decak Miranda kesal.
"Loh, aku serius, Ma. Coba dah Mama liat di infotainment. EXO tu emang baru aja konser di Indonesia," protes Vanila, menjelaskan hal yang sebenarnya tidak penting menurut kaca mata Mamanya.
Miranda mengibas-ngibaskan tangannya, mulai jengah mendengar ocehan putrinya. Menyadari jika tamunya masih berdiri di teras rumah, Miranda meminta putrinya untuk mengajak Late masuk.
Dua remaja itu seketika membeku di ambang pintu. Setengah terkejut begitu mendapati ada sosok lain yang duduk di ruang tamu rumah Vanila.
Seharusnya tadi Vanila tidak menyumpahi Rendy hingga menyebabkan jadwal landing pesawatnya molor sejam lebih.
Imbasnya juga ke Vanila, jadi terlambat pulang rumah dan membuatnya diintrogasi Mamanya macam-macam.
"Hai, Van." Berlian melambai kecil. "Hai, Lat. Baru pada balik?" tanya cowok itu santai, seolah ingin memecah kecanggungan di antara ketiganya.
Untungnya, Mama Vanila tampak sedang sibuk dengan dokumen-dokumen penting di atas meja. Wanita itu sampai tidak menyadari jika atmosfer di sekitarnya menjadi beku. Kaku. Seperti ada jarak yang tak terlihat di antara ketiga remaja itu.
"Mama mau ke mana?" Vanila mendadak gelisah saat melihat Mamanya buru-buru menyimpan kertas-kertas dari atas meja ke dalam stopmap.
"Ada client yang mau konsultasi di kantor. Mama berangkat bareng Mamanya Brilian, kok." Miranda menyampirkan tasnya ke pundak. "Dia kebetulan mau meeting sama temen-temen divisinya di kantor."
Sebelum melenggang pergi, Miranda berpesan macam-macam pada Brilian. Dan tentu Brilian sudah hafal di luar kepala dengan petuah-petuah yang disampaikan Mama Vanila.
Tatapan Late tertunduk. Ia ada di kursi yang sama dengan Vanila. Tapi jangankan mengajak Late berbincang, gelagat Miranda seolah menyiratkan keberadaannya tidak dianggap.
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Teen FictionKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...