Sebab matamu sudah penuh dengan harapan-harapan tentang sosok lainnya, yang benar-benar tulus seringkali tidak terlihat.
***
"Lo lepasin Vanila sekarang, atau lo mau gue buat babak belur?" Key yang memiliki tubuh kekar, menatap lawannya dengan sorot menghina.
"Sorry, Bang. Ini masalah gue sama Vanila. Harus kita berdua -"
Brilian merasa lehernya tercekik. Ia belum selesai memberi penjelasan, tapi Key sudah mencengkeram kerah bajunya lalu menyeret tubuhnya sampai membentur tembok.
"Lo kenapa sih, Bri? Kalian sahabatan dari kecil, dan lo pasti udah tahu kalo ada yang berbeda di diri Vanila. Kenapa lo semarah ini sama dia?" Key mengeratkan cengkeramannya di leher Brilian yang mulai kesulitan bernapas.
Namun karena merasa bukan salahnya, ia tetap mencoba melawan. "Tapi Vanila udah keterlaluan, Bang. Lo tanya sendiri sama dia."
"Oh, gue tahu sekarang. Apa karena lo udah punya prioritas lain?" Key mencoba menerka.
"Bukan...bukan gitu, Bang. Gue cuma mau Vanila minta maaf sama Helen," tanggap Brilian dengan suara gemetar.
"Selama ini, Vanila nggak pernah nyumpahin orang dengan sengaja. Lo nggak berhak marah sama dia." Bola mata Key menangkap sosok adiknya yang terpaku dengan wajah sendu.
Brilian mendongak, menatap Key tanpa canggung. "Bagi gue yang terpenting saat ini cuma Helen."
Mendengar itu, kepala Key terasa berdenyut. Amarah memuncak sampai ke ubun-ubun. Diangkat tinggi-tinggi kepalan tangannya ke udara. Sangat siap untuk dilesatkan ke wajah tampan Brilian.
"Bang Key!" teriak Vanila sembari berlari cepat lalu melompat ke tengah-tengah dua lelaki yang sangat disayanginya itu.
Nyaris saja bogem yang dilesatkan Key berakhir di wajah Vanila. Kepalan tangan Key terhenti di udara.
Dada Key kembang kempis. Napasnya ngos-ngosan. Melihat adiknya yang berkorban demi Brilian, hatinya sedikit melunak.
"Gue nggak papa, Bang. Udah, ya. Jangan berantem lagi," kata Vanila memelas setelah menjadi tameng demi menyelamatkan Brilian. Digenggam erat-erat lengan Key yang berotot.
"Minggir, Van." Gue nggak bakal bikin dia babak belur," perintah Key. Ia memberi kode pada Late untuk menyingkirkan Vanila dari hadapannya.
Tanpa banyak bicara Vanila menurut. Ia tahu betul, Key adalah tipikal cowok yang tidak pernah ingkar janji.
"Apa perlu gue ingetin lo tentang semua kebaikan Vanila selama ini?" tantang Key, seperti tak bisa menahan diri lagi.
Kepalan tangan Key mengendur. Namun sebelah tangannya yang lain, masih mencengkeram kerah baju Brilian.
"Waktu kalian masih SD dan bokap lo meninggal. Selama berhari-hari Vanila juga ikut absen dari sekolah. Karena dia tahu lo anak tunggal, dan lo pasti bakal ngerasa kesepian."
Key mendengkus jengah. "Padahal di salah satu hari itu, Vanila ada seleksi buat nerusin pendidikannya di sekolah atlet. Dia bolos karena dia pengen nemenin lo yang masih sedih karena ditinggal bokap lo."
Ya, Brilian tentu masih ingat betul hari di mana ia merasakan kehilangan yang teramat menyakitkan.
Namun ia tidak pernah tahu, ternyata di hari itu ada seseorang yang rela mengorbankan apa pun hanya demi memastikan dirinya baik-baik saja.
"Masih ada lagi," ucap Key, membuat Brilian kembali memperhatikannya.
"Waktu lo ulang tahun yang ke lima belas, Vanila kasih lo kado apa? Masih inget kan, lo?" Key menantang Brilian agar jujur. Karena lawan bicaranya hanya diam saja, ia kembali membuka mulut.
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Teen FictionKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...