Sudah kodratnya manusia ingin bahagia tanpa diusik. Hanya saja terkadang karena terlalu ambisi, kita sampai tidak tahu diri dan saling menyakiti.
***
"Weitssss, ada cewek cantik nih, Yud. Anak kelas satu, ya?" Evan menaikkan-naikkan sebelah alisnya, menggoda Vanila.
Yudha melirik sekilas gadis itu, kemudian melengos. Seakan bisa menebak apa yang membuat datang Vanila menemuinya.
"Gue ada perlu sama lo," tukas Vanila sembari mengangkat dagu. "Penting!"
Sudut bibir Yudha tertarik. Bukannya mengulas senyum ramah pada Vanila, cowok berandalan itu merespon dengan sinis.
"Gue nggak ada waktu ngeladenin bocah kayak lo." Yudha menyingkir. Secara sengaja, ditubruk bahu Vanila yang tingginya hampir setara dengannya itu.
"Jangan jadi pengecut, deh! Lo pasti tahu maksud gue ke sini apa, kan?"
Teriakan Vanila membuat Yudha berhenti melangkah. Semakin dibiarkan, gadis itu semakin melunjak. Meski sedang dikelilingi gerombolan murid kelas tiga yang terkenal sebagai trouble maker SMA Rising Dream, nyalinya tak menciut.
"Lo ada hubungan apa sama Helen?" tanya Vanila to the point.
Dari tempatnya berdiri, Vanila mendapati sepasang tangan Yudha terkepal erat di samping badan. Kentara sekali ia sedang berusaha meredam emosi yang sudah memuncak sampai ubun-ubun.
Yudha memberi kode pada kawan-kawannya untuk menyingkir. Meminta ruang agar diberi space berbincang dengan Vanila secara empat mata.
"Lo tahu kan kalo Helen itu pacarnya Brilian?" Tak sabar, Vanila mengentak kasar menghampiri Yudha, lantas berdiri tepat di hadapan cowok itu. "Lo suka sama dia? Atau diem-diem lo mau nikung, ya?"
Urat-urat leher Yudha mengencang. Tatapannya terangkat. "Lo bisa nggak main nuduh dulu? Gue mau jelasin."
"Haisssh, udahlah. Lo nggak bisa ngelak lagi. Kenapa harus Helen? Cewek kelas tiga itu banyak. Yang masih jomblo pun gue liat juga ada, kok." Vanila mengibaskan tangannya, tak ingin mendengar ocehan kakak kelasnya itu. "Atau emang karena Helen yang gampangan?"
"LO BENER-BENER NGELUNJAK, YA!"
Geram, Yudha mengangkat tangannya. Tampak bersiap melayangkan tamparan, pukulan, atau apa pun itu untuk melampiaskan amarahnya. Sebelum di saat bersamaan, tangannya tiba-tiba dicekal kuat oleh seseorang.
Merasa ada sosok lain yang berdiri di belakangnya, Vanila berbalik. "Kak Andre?"
"Cuma cowok cupu yang berani kasar ke cewek. Lo mau tukeran seragam sama dia? Pake rok gih," tukas Andre diiringi seringai menyebalkan.
Melihat Andre datang tanpa ditemani kedua sahabatnya, Yudha mengulas senyum picik.
"Lo nggak usah ikut campur, dah. Biasanya juga ngumpet di ketiaknya Heksa," sindirnya lalu tersenyum geli.
Diberkahi dengan hati lapang, penyabar, dan suka menolong semua hawa di muka bumi ini, Andre merespon dengan santai.
"Gue cuma minta lo jangan kasar. Toh, lo juga punya cewek. Bayangin aja kalo cewek lo diperlakuin sama kayak cara lo memperlakukan Vanila sekarang ini. Pasti nggak terima, kan?" Andre tersenyum tipis. Kalimat bijaknya itu sukses membungkam Yudha.
Di sisi lain, mulut Vanila seketika menganga saat memperhatikan percakapan kakak kelasnya itu. Telinganya dikorek-korek sendiri, merasa ragu dengan kalimat yang baru saja ia dengar.
"Pacar? Yudha, eh maksud gue Kak Yudha," ia meringis takut-takut karena salah bicara, "jadi lo punya pacar, Kak?"
Yudha melenggang maju kemudian menonyor dahi Vanila. "Iya, gue pacaran sama Mia."
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Ficção AdolescenteKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...