Kamu pernah membuat harapanku patah, namun aku masih merasa baik-baik saja. Tapi ketika sekali saja aku melukaimu, aku merasa hidupku seketika hancur.
***
Perang dingin antara Brilian dan Vanila masih terus berlanjut. Sebenarnya sejak awal, Vanila sudah mencoba mengalah. Walau tidak mau meminta maaf, ia memilih diam saja ketika Brilian menjadikannya kambing hitam.
Meski rasanya sungguh berat, ia tak punya pilihan lagi, selain memutuskan untuk menjaga jarak dengan Brilian.
"Mie ayam bakso, Bu." Vanila berdiri di depan kedai kantin Bu Minah ketika jam istirahat tiba. "Baksonya lima butir ya Bu, sama porsi mienya dibanyakin."
Bu Minah menoleh ke sumber suara lalu termangu sejenak.
"Siap. Ditunggu di sini ya, Nak. Kantin lagi rame banget soalnya. Ibu ndak bisa anter ke meja."Vanila tersenyum lalu mengangguk tiga kali. Setelah menunggu beberapa menit, pesanannya siap disantap.
"Itu, ada tempat kosong, Van." Bu Minah menunjuk ke salah satu sudut.
Bola mata Vanila menyipit. Ia melihat sebuah meja kecil yang hanya diapit dua kursi. Salah satu kursinya sudah terisi siswa lain. Vanila berderap snatai menuju kursi itu sambil mengamati punggung milik seseorang yang akan menjadi teman makan siangnya.
"Loh, kok lo sih?" Vanila yang sudah terlanjur duduk di kursi incarannya, hanya bisa membatu ketika melihat sosok di depannya.
"Ya emang dari tadi gue di sini," tanggap Brilian sambil memutar bola matanya.
Ishh, kenapa tadi gue nggak sadar sih? Gara-gara kantin rame banget, banyak yang lewat di depan gue, sampe nggak nyadar kalo itu Brilian. Mana tadi cuma keliatan punggungnya doang.
"Lo mau makan sambil berdiri, Van?" Brilian berhenti mengunyah lalu menatapnya.
Setelah mendengkus kasar, Vanila kembali mengangkat mangkoknya yang awalnya sudah diletakkan di atas meja.
"Gue mau pin -" Tatapan Vanila mengedar. Menyusuri satu per satu kursi-kursi di kantin. Nihil. Masih tak ada satu pun kursi yang kosong, "yah terpaksa duduk di sini deh," tukasnya dengan nada kecewa, walau di dalam hati senang bukan main.
Astaga, sadar Van. Kan gue mau mup-on.
Atmosfer di antara keduanya mendadak canggung. Vanila menunduk, memperhatikan semangkuk mie ayamnya. Tidak dimakan, hanya dilihat tanpa berminat menyentuhnya.
Bu Minah lupa lagi. Mie ayam gue dikasih daun bawang. Mana banyak banget.
Saat Vanila sudah menggenggam sendok garpunya dan bersiap menyingkirkan sayuran yang dibencinya itu, sepasang tangan lain muncul di mangkoknya.
"Tukeran, kayak biasanya." Dengan cekatan Brilian memunguti daun bawang di mangkok Vanila lalu dipindahkan di mangkoknya sendiri.
Kemudian cowok menukarnya dengan sayur sawinya yang sengaja tidak dimakan. "Daripada sawi punya gue dibuang."
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Teen FictionKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...