Sama seperti ketika terlambat datang ke sekolah, kamu tidak akan diijinkan masuk meski masih banyak kursi yang kosong. Apalagi soal hati, yang cuma punya satu tempat untuk satu nama? Terlambat sedikit saja, pintu hatinya sudah tertutup rapat.
***
"Apa, Bri?" tanya Vanila, belum-belum sudah ketakutan. "Lo marah gara-gara gue sumpahin lagi, ya?
"Beneran deh, tadi itu gue nggak sengaja. Gue nggak maksud bikin lo jadi sesek napas."
Vanila mencoba memilah kata agar tidak menimbulkan makna yang rancu.
Brilian menarik napas panjang. Lagi-lagi dadanya sesak. Entah karena memang efek samping pasca operasi, atau ada sebab lain yang bersumber dari hatinya.
"Gue sebenernya..."
Tok...tok...tok...
"Malam," ucap suara berat seorang laki-laki bersamaan dengan pintu kamar Brilian yang terbuka.
Melihat Vanila dan pasiennya yang tiba-tiba terdiam begitu ia datang, Dokter Fajar jadi canggung sendiri.
"Saya ganggu, ya?" tanyanya sembari melirik keduanya bergantian.
Vanila nyengir. Dilirik Brilian yang tampak menyesal setengah mati.
Fyuh, selamet gue...
Tadi dia pasti mau ngamuk sama gue. Makanya, begitu Dokter Fajar masuk ekspresinya langsung berubah."Gimana, Bri? Udah lebih mendingan, kan?" tanya Dokter Fajar sembari memperhatikan catatan yang diberikan perawat yang mendampinginya pagi itu.
"Pokoknya kalo kamu ngerasa ada yang sakit atau nggak enak di bagian tubuh kamu, langsung panggil saya saja, ya."
"Loh, bukannya tombol ini cuma buat panggil suster doang ya, Dok?" tanya Vanila, menunjuk tombol merah di tepi ranjang Brilian.
"Ohh nggak, dong. Khusus pasien di kamar VVIP, tombol darurat itu langsung terkoneksi dengan ruang praktek dokter spesialis yang menanganinya," jawab Dokter Fajar dengan bangga.
Vanila melongo begitu mendengar penjelasan dari Dokter Fajar. Mulutnya sedikit menganga.
Haissssh, pantesan aja Bang Heksa sering koar-koar kalo ruang VVIP mehongnya selangit.
"Jagain pacarnya yang bener loh, ya." Dokter Fajar menepuk-nepuk lengan Vanila sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Eh, kita cuma saha -"
Vanila tak bisa meralat ucapan Dokter Fajar karena tiba-tiba suara Brilian mengambil alih.
"Iya Dok, makasih. Dia pasti jagain saya dua puluh empat jam penuh karena emang itu tanggung jawabnya," tegas Brilian, membuat Vanila akhirnya diam dan menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Teen FictionKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...