Vanila nyaris tidak mengenali ruang multimedia sekolahnya sendiri. Entah kapan dipersiapkan, dinding-dinding ruang multimedia sudah dipercantik dengan wallpaper bermotif floral.
Jumlah AC-nya juga bertambah. Deretan kursi yang ditata rapi dengan masing-masing komputer di depannya itu juga tampak mengkilat seperti baru dicat ulang.
Pertanyaannya, siapa yang memberi subsidi?
"Gue harap, lo lo semua makin semangat sekolah kalo suasana belajarnya jadi senyaman ini," ucap Late di tengah kerumunan murid-murid.
"Udah ganteng, tajir, baik pula." Giana menyelutuk, menatap Late tanpa berkedip.
Di sampingnya, Hani mengiyakan. "Kalo gue sih, lebih yes ke dia dibanding Kak Heksa. Yah, mereka emang sama-sama populer. Tapi lo tahu sendiri kan, Kak Heksa songongnya kayak apa?"
Tamara ikut nimbrung. "Nah iya, gue sependapat. Songong parah dah pokoknya. Lihat Late yang baiknya nggak ketulungan gini, jadi berasa ingin memiliki."
"Wooooo." Kedua temannya serempak menyoraki Tamara.
Vanila memandangi atmosfer di kelasnya hari itu. Mungkin selama ini memang kelasnya kekurangan pasokan cogan. Kedatangan Late bak oasis yang muncul di tengah-tengah gurun pasir. Menyejukkan.
Tapi jelas itu tidak berlaku bagi Vanila. Gadis itu duduk sendiri di kursi paling depan, menatap keanehan teman-temannya yang masih tetap mengerubungi Late.
"Van, lo ambil cerita apa buat penilaian nanti?" Virgo berdiri di depan meja Vanila.
"The lion and the mouse." Vanila mengangkat selembar kertasnya dengan bangga. "Gue yakin nanti bakal dapet nilai sempurna dari Miss Hana."
"Yayayaya, gue percaya. Yang jago Bahasa Inggris mah pasti selow. Penilaian kayak gini doang mah kecil ya," tukas cowok berkacamata itu.
Dari sekian banyak manusia di kelas Vanila, hanya Virgo satu-satunya yang mau menjadi teman sebangkunya. Berkat sumpah serapah yang tak sengaja dilontarkan Vanila di awal semester, setiap pagi si kutu buku itu selalu memilih kursi kosong di sebelahnya.
Menguntungkan juga, walau kadang kedua manusia yang berbeda pribadi itu sering bersiteru.
"Selamat siang semua," sapa Miss Ovi yang baru saja masuk berdampingan dengan Miss Hana.
Tak hanya berdua saja, di belakang dua guru legendaris itu tampak sosok cowok yang mengenakan kaos berkerah putih.
"Rendy?" Vanila memicing lalu melempar tatapan pada teman-temannya yang kini duduk dengan khusyuk di tempatnya masing-masing.
Berbeda dengan Late yang kulitnya seputih susu, Rendy punya ciri khusus hidung mancung dan warna kulit yang lebih gelap. Keturunan India atau Arab, mungkin?
"Lo kenal, Van?" Virgo memperhatikan reaksi Vanila ketika melihat Rendy memasuki ruang multimedia.
Vanila menggeleng ragu. "Enggak, sih. Tapi kayaknya juga content creator."
Rendy berdiri di depan kelas. Diapit Miss Hana dan Miss Ovi yang tampak sedang mendiskusikan sesuatu sebelum akhirnya salah satu di antara keduanya angkat bicara.
"Jadi hari ini, kita semua akan membantu Late serta Rendy untuk membuat vlog tentang suasana belajar mengajar di SMA Rising Dream." Miss Ovi lalu memberi kode pada Rendy untuk memperkenalkan diri.
"Halo gaiz!" Rendy gelagapan sendiri. Lupa jika harus berbicara dengan formal. "Hmm maksudnya, halo semua. Kenalin gue Rendy, dari Universitas Star Media. Di sini gue mau bantu Late bikin vlog."
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Ficção AdolescenteKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...