Kisah lain di SMA Rising Dream
Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...
"Aduh, sumpah mules banget. Gue ke toilet dulu, ya!" Vanila meremas-remas perutnya lantas melangkah dengan posisi kaki yang sedikit dijepit, mirip kepiting berjalan.
Refleks, Helen buru-buru menyusulnya. Khawatir bukan main melihat wajah Vanila yang dibanjiri keringat dingin.
Brilian juga ingin mengejarnya. Namun langkahnya tertahan sesaat. Selain Vanila, hanya dirinya satu-satunya yang tahu penyebab gadis itu tiba-tiba sakit perut.
"Awas, lo! Kalo sampe Vanila kenapa-kenapa, gue nggak bakal tinggal diem." Brilian mengacungkan telunjuknya penuh emosi.
Ia melenggang meninggalkan Late sembari memegangi dadanya. Lupa jika kondisinya belum benar-benar pulih.
Seharusnya ia juga masih dalam pengawasan dokter atau kerabatnya. Tapi entah sebab apa, ia merasa kali ini keadaan Vanila jauh lebih penting dibanding apa pun.
"Kenapa Brilian nyalahin gue? Apa hubungannya Vanila sakit perut sama gue? Emang gue kasih guna-guna? Racun? Cih, bisanya cuma nyalahin orang." Late mendengkus kasar lantas berderap menuju apotek rumah sakit.
Di toilet perempuan, Helen menanti sahabatnya dengan wajah panik. Bolak-balik ia mengetuk bilik yang ditempati Vanila, memastikan jika gadis itu masih meresponnya.
"Van, gue beliin obat sakit perut dulu, ya?" tanya Helen, merasa ia harus mengambil langkah. "Gue tinggal bentar, nggak papa?"
Di dalam toilet, Vanila menggerutu.
Helen bawel amat, sih. Gue jadi nggak bisa konsen kalo diganggu terus gini. Hiiisssh.
"Iya, Len! Iyaaa.." balas Vanila setengah berteriak, "Yang lama juga nggak papa," diteruskan dengan gumaman lirih.
Brilian yang baru sampai, tampak bingung melihat Helen melenggang pergi ke arah lain. Mulutnya terbuka, hendak memanggil gadis itu.
Namun setelah dipikir-pikir, ia merasa keberadaannya saja sudah cukup. Tak perlu ada orang lain lagi.
Bukannya sejak kecil kalau Vanila butuh apa-apa, larinya juga ke gue doang, kan?
"Bri!" sapa sebuah suara diiringi tepukan di pundaknya.
Brilian mendecak, seolah bisa menebak sosok yang baru datang.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Brilian ketus begitu melihat Late yang tampak kelelahan. "Cuma ngejar gue aja langsung loyo? Yaelah, kayaknya yang sakit tu gue ,dah. Kenapa lo yang keliatan lemes?"
Late tak menggubris ucapan Brilian. Tatapannya terpusat ke arah lain. "Vanila mana?"
"Eits, lo mau ngapain?" Brilian menarik cepat kerah belakang seragam Late begitu melihatnya hendak masuk toilet untuk menemui Vanila. "Itu toilet cewek begoo. Mau diteriakin mesum sambil digebukin orang-orang?"
"Gue cuma mau ngasih ini," tukas Late, menunjukkan obat yang baru saja dibelinya dari apotek.
"Ya lo tunggu di sini aja, bentar lagi dia paling ke luar." Brilian menyandarkan pundaknya ke tembok lalu duduk di kursi yang paling dekat dengan toilet.
Tak peduli dengan ancaman itu, Late tampak hendak menerjang Brilian yang menghadangnya. Bukan menerjang seperti pegulat-pegulat yang ada di arena pertarungan. Pokoknya ia ingin Brilian menyingkir dari depan pintu toilet.
"Hp lo bunyi tu," tukas Brilian menunjuk saku seragam Late.
"Hih, ganggu aja!" sembur Late ke ponselnya. "Lo juga." Ia mengedikkan dagunya pada Brilian yang hanya mendecih tak peduli.
Usai berbincang beberapa menit dengan si penelepon, Late kembali menghampiri Brilian yang masih setia menunggu kemunculan Vanila di depan pintu toilet.
"Gue pergi dulu, nitip ini buat Vanila." Disodorkan kantong plastik berisi obat ke Brilian. "Pastiin dia minum obatnya," ucapnya lalu pergi terburu-buru sembari sesekali melirik jam tangannya.
Brilian tak merespon ucapan Late. Pikirannya mendadak berkabut. Mendung menyelimuti wajahnya yang masih pucat.
Tidak salah lagi, Late pasti menaruh hati pada Vanila. Perhatiannya sungguh tidak biasa. Dan anehnya, Brilian merasa posisinya kini terancam.
"Bri! Lo kok di sini? Eh, ayo balik ke kamar." Vanila panik begitu mendapati Brilian menunggunya di depan pintu.
Brilian tersenyum kikuk. Tangannya digoyang-goyangkan di depan wajah Vanila. "Nih, obat sakit perut buat lo."
"Wah, thanks Bri. Lo jadi repot-repot dari kantin ke apotek, terus ke toilet buat ngasih ini ke gue." Meski perutnya masih sedikit mulas, wajah Vanila seketika cerah mendapati Brilian ada di sampingnya.
"Dari dulu siapa yang lo andelin? Gue, kan?" Brilian menepuk-nepuk dadanya, bangga.
Vanila mulai mendapatkan kembali sosok Brilian yang sempat hilang dari hari-harinya.
Nyatanya kini, sahabatnya itu hadir lagi untuk melanjutkan kebiasaan yang mereka lakukan bersama-sama selama ini. Menciptakan kenangan-kenangan baru, tanpa ada peran tambahan yang tiba-tiba masuk ke kehidupan keduanya.
"Yaudah yuk, gue anter balik ke kamar." Vanila melingkarkan sebelah tangannya ke pundak Brilian, menuntun sahabatnya itu berjalan dengan hati-hati.
Tak sadar jika jauh di belakang keduanya, ada sosok gadis yang turut mengamati. Memandang keduanya dengan sorot penuh luka.
***
"Loh, Bri? Mama sama Mama ke mana?" tanya Vanila begitu mendapati kamar Brilian tak berpenghuni.
"Mama sama Mama makan siang kali, ya." Ia lalu terkekeh saat mengulang kata yang sama itu, namun ditujukan untuk dua orang. "Nyokap kita nggak pamit dulu, main kabur gitu aja. Ajaran nyokap lo tu pasti."
"Hih, tiap yang jelek-jelek gue mlulu yang kena," ucap Vanila sewot sembari membantu Brilian berbaring di ranjangnya.
"Obat sakit perut lo diminum dulu." Brilian mendorong pelan lengan Vanila. "Sekarang."
Vanila menjulurkan lidahnya lalu berderap ke meja. Cepat-cepat dibuka kantong plastik berisi obat pemberian Brilian sebelum mendengar ocehan cowok itu lagi.
Namun saat melihat isi di dalam kantong plastiknya, kening Vanila berkerut.
Loh? Ini kan salep yang tadi pagi dikasih Late? Kok ada di sini juga? Jadi sebenernya yang ngasih gue obat sakit perut, juga Late?
***
YANG TADI MINTA GUE TIAP HARI POST, MANA SUARANYA? KALO KOMEN SEPI, JADI NGGAK SEMANGAT NIH GUE.
Tapi btw, makasih buat terorannya lewat Instagram atau wattpadku. Tapi jujur deh. Tiap kalian minta gw buru-buru up, itu jadi suntikan semangat buat gue.
Dapet kiss dari si Lalat biar tidur nyenyak..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.