Terlambat datang bukan berarti nggak bakal menang.
(Late Maheswara)***
"Emang kenyataannya gitu. Jadi kalo lo ngrasa cowok sejati, lo tahu kan apa yang harus lo lakuin?" Brilian mendoktrinnya sekali lagi.
Late hanya menggumam lirih lalu menanggapi sembari tersenyum. "Hmm, gue tahu. Nggak usah lo perjelas."
Brilian membuka mulutnya, ingin mengomentari. Namun di detik yang sama, suara Late kembali terdengar.
"Gue nggak akan ngejauh dari Vanila, karena gue punya cara sendiri. Sebisa mungkin gue nggak akan bikin dia marah selama dia ada di deket gue," tegas Late. Membuat Brilian nyaris kehilangan kata-kata.
"Lo pikir itu gampang?" Suara di seberang terdengar meremehkan.
Sudut bibir Late tertarik, membentuk sebuah seringai. "Plis, Bro. Lo nggak tahu sebanyak apa fans gue di sekolah? Itu karena gue ramah dan baik di depan mereka. Kalo lo ngomongin soal kesabaran, gue ahlinya."
Belum sempat Brilian merespon, suara Late kembali menguasai obrolan itu.
"Ngadepin mereka semua aja gue sanggup, masa cuman sama Vanila doang gue nggak bisa?" Late menjetikkan jarinya, walau Brilian tidak melihat. "Itu masalah kecil, Bro."
Tut..Tut..Tut.
Kesal mendengar respon Late, telepon diakhiri secara sepihak oleh Brilian.
Ck, dasar cemen.
Tepat saat sambungan telepon terputus, pintu mobil Late terbuka otomatis. Sebelum masuk ke mobil, Vanila menatapnya curiga ketika mendapati ponselnya ada di genggaman Late.
"Dari tadi hp lo bunyi. Daripada berisik, yaudah gue angkat aja. Nggak papa, ya?" tanya Late lembut diakhiri dengan mengulas senyum.
Vanila mengernyit bingung. "Terus yang telepon siapa?"
"Brilian," jawabnya tegas. Tak ingin menyembunyikan sesuatu dari Vanila. "Katanya obat sakit perut lo ketinggalan. Lo mau gue beliin lagi?" tanya Late, membuat Vanila menoleh menatapnya.
Vanila tertegun selama beberapa detik. Memorinya mereka ulang kejadian beberapa jam yang lalu. Saat di mana Brilian memberinya obat sakit perut di depan toilet rumah sakit.
Brilian bahkan tidak mengelak ketika Vanila mengira obat itu pemberiannya.
Itu berarti, Brilian beneran boongin gue?
"Gue udah baikan, kok. Nggak perlu minum obat lagi," ucap Vanila akhirnya, merasa aneh karena tiba-tiba Late berubah sebaik ibu peri.
"Trus sekarang lo mau ke mana?" Late menawari dengan wajah sumringah. "Makan? Atau mau beli es krim? Atau ke kafe aja? Nongkrong sambil minum Vanilla Latte."
Bola mata Vanila melebar. Seakan mempertanyakan sikap manis yang ditunjukan Late padanya.
"Lo kesambet apaan?" tanya gadis itu dengan mata memicing. "Atau jangan-jangan...." Vanila mengacungkan telunjuknya tepat di depan hidung Late," lo abis bikin kesalahan, terus lo pura-pura baik biar gue nggak marah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Genç KurguKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...