PART 62 : BERKAWANLAH

9.2K 1.8K 413
                                    

"Pak!"

Helen berteriak kencang saat mendapati Pak Satria, penjaga sekolah, hendak menutup gerbang dengan wajah garang.

Tapi sekencang-kencangnya Helen berteriak, tentu masih kalah kencang dibanding nyaringnya suara kentut Vanila. Alhasil, Pak Satria hanya meliriknya tak peduli lantas melengos begitu saja.

"Pak, Pak!"

Suara lain terdengar dari balik punggung Helen. Diiringi napas yang ngos-ngosan, Late memanggil penjaga sekolahnya itu agar kembali ke gerbang untuk mendengar penjelasannya.

"Bapak tahu kan kalau saya ini sering banget bikin sekolah bangga?" tanya Late.

Walau Pak Satria hanya menatapnya dengan sorot bingung, Late tetap mencoba bernegosiasi. "Saya terlambat karena semaleman bikin vlog tentang sekolah ini, Pak."

Pak Broto yang mendengar keributan di depan gerbang, mengentak menghampiri keduanya.

"Oh, Late!" sapanya ramah.

Di sebelah Late yang masih bisa cengengesan, Helen tampak ketakutan begitu melihat Pak Broto datang.

"Lah, Helen? Tumben terlambat?" Pak Broto menatap gadis itu dengan dahi berkerut.

"Tadi mobil saya mogok di jalan, Pak." Helen merespon takut-takut.

Pak Broto berdecak. "Ck, alasan klasik."

Kepala Sekolah SMA Rising Dream yang terkenal killer itu, meminta Pak Satria menyerahkan kunci gerbangnya.

"Masuk," tukas laki-laki itu sembari membuka lebar-lebar pintu gerbangnya.

Late tersenyum semanis mungkin. Deretan giginya yang putih dipamerkan pada Pak Broto. Ia menunduk sopan lantas melewati Pak Broto yang masih berdiri di depan gerbang. Ia lolos begitu saja tanpa harus bernegosiasi panjang lebar.

Namun, nasib Helen rupanya tidak semulus youtuber gila itu. Ia memang berhasil melewati gerbang yang masih dijaga Pak Broto. Sayangnya ketika hendak melangkah menuju kelasnya, Pak Broto tiba-tiba memintanya berbelok arah.

"Langsung baris di pojok, sama murid-murid lain yang terlambat, Len."

Helen menghela napas pasrah. Merasa tidak adil, namun tidak berani membantah. Ia berjalan lunglai menuju ke barisan yang ditunjuk Pak Broto. Ranselnya diketakkan di tepi lapangan yang berumput. Bersama dengan tumpukan tas lainnya dari murid-murid yang terkena hukuman.

"Astaga! Gue juga lupa bawa topi?"

Helen meraba-raba puncak kepalanya. Namun baru sedetik wajahnya tampak syok, tiba-tiba sebuah topi jatuh ke atas kepalanya.

"Loh, Van?" Helen menoleh cepat, mendapati Vanila dengan santainya melangkah ke luar barisan. "Nanti lo dihukum loh, gara-gara nggak pake topi."

Helen cepat-cepat melepas topi pemberian Vanila, hendak dikembalikan.

Vanila menahan tangan Helen. "Hukuman?" Ia mendecih geli. "Itu makanan gue. Udahlah, lo nggak usah sok-sok simpati gitu. Lo kan terlambat, pasti hukumannya dijemur di tengah lapangan. Nah, bayangin aja gimana panasnya kalo lo dijemur tapi nggak pake topi."

"Daripada nanti lo pingsan, pasti gue yang disuruh nemenin lo di UKS."

Kedua gadis itu akhirnya bergabung bersama murid-murid pelanggar lainnya yang sudah berbaris rapi di samping tim paduan suara.

"Bisa buat ceplok telor nih saking panasnya."

Bersamaan dengan celetukan itu, tiba-tiba topi milik Vanila kembali ke kepalanya. Oh, bukan. Ternyata bukan topi kepunyaannya. Melainkan topi dengan ukuran yang lebih kecil, namun tetap dipaksa Late agar bisa pas di kepala Vanila.

VaniLate (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang