Baru setelah benar-benar lepas dari genggaman, aku baru menyadari jika keberadaannya selama ini sungguh berarti.
***
Vanila meremas ponselnya. Berulang kali gadis itu mencoba menghubungi Late yang sudah melenggang masuk minirmaket, beberapa detik sebelum mamanya menyusul. Ia tampak gelisah, khawatir mama dan pacar barunya itu akan berpapasan di dalam minimarket.
Aissssh..Pasti tadi Brilian telepon Mama, laporan kalo gue ke luar rumah. Ah sialan, dasar tukang ngadu tu bocah.
Yang lebih mengerikan dan membuat Vanila bergidik, ia membayangkan Late keceplosan lalu memberi tahu Mamanya jika mereka sedang ke luar bersama.
Arrgh, kenapa nggak nyambung-nyambung, sih?
Sementara itu di dalam BetaMart, Late melenggang cepat menuju lemari pendingin yang letaknya ada di pojok ruangan. Tatapannya menyusuri satu per satu minuman dingin yang tertata rapi di lemari pending.
Setelah menemukan minuman favoritnya dan Vanila, ia berlari kecil menuju kasir sembari sesekali bersiul riang.
"Berapa, Mas?"
Di depan kasir, sosok wanita berpenampilan elegant tampak mencari-cari sesuatu di dalam tas yang ditentengnya.
"Empat puluh tiga ribu, Bu." Ridho, karyawan BetaMart yang hari itu bertugas, menjawab ramah.
Cintamy merogoh-rogoh isi tasnya. Barang yang ia bawa tidak terlalu banyak, namun kenapa rasanya susah sekali menemukan dompetnya?
"Saya bayar pakai Go Pie aja, Mas." Daripada membuat antrian di belakangnya semakin panjang, Cintamy berinisiatif mengeluarkan ponsel canggihnya.
Late mengusap-usap dagunya, merasa tak asing dengan penampilan wanita itu. Meski baru terlihat punggung dan belakang bagian tubuhnya saja, tapi rasanya Late mengenali suaranya.
"Kok lama banget, Mas? Masih belum bisa?" tanya Cintamy saat mendapati Ridho kebingungan sendiri.
"Nggak tahu ini, Bu. Kok barcodenya nggak bisa ke detec, ya?" tanya Ridho sembari mengarahkan layar ponsel Cintamy ke sebuah papan di dekat meja kasir.
"Lah, kok malah tanya saya?" Cintamy menanggapi sewot. "Yaudah saya nggak jadi be - "
"Mmm, punya ibu ini nanti ditotalin sekalian sama punya saya aja mas."
Mendengar suara ramah yang tiba-tiba menyahut dari balik punggungnya, membuat Cintamy seketika menoleh.
"Pagi, Tante." Late menyapa ramah.
Diletakan dua buah minuman pesanannya ke atas meja kasir. Didekatkan dengan belanjaan Mama Vanila yang belum dibayar.
"Oh, nggak usah repot-repot." Cintamy menolak tegas.
"Bu! Cepetan dong ini saya udah ngantri lama, situ nggak selesei-selesei!" teriak suara dari belakang.
Tanpa disadari Cintamy, ada beberapa orang yang mengantri dibelakangnya dengan wajah masam. Satu di antaranya bahkan terang-terangan menegurnya.
"Saya bayar dulu ya, Tante." Late mengeluarkan selembar seratus ribuan lalu diserahkan ke petugas kasir.
"Kembaliannya ambil aja, Mas," tukasnya buru-buru, tak ingin membuat Mama Vanila menunggu semakin lama.
Setelah proses transaksi selesai, Late mengangguk kecil ke Mama Vanila lalu membuka pintu BetaMart untuk memberi jalan wanita itu ke luar lebih dulu.
Kaget bukan main. Vanila yang awalnya duduk di dalam mobil sembari menatap awas ke minimarket, sontak terjingkat begitu melihat Mamanya dan Late ke luar bersamaan. Tanpa pikir panjang ia langsung merosotkan badannya dari kursi lantas bersembunyi di bawah dashboard.
KAMU SEDANG MEMBACA
VaniLate (SELESAI)
Fiksi RemajaKisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah serapah, tapi secara ajaib akan menjelma menjadi sebuah musibah. Bukan cuma membuat apes korbannya, bahkan beberapa orang terdekatnya pun c...