Rega menghempaskan kepalanya ke sandaran sofa, ia mendongakkan kepala untuk melihat langit-langit apartemennya. Sesekali ia meringis saat kaki nya yang terkilir tidak sengaja tergerak atau tersenggol.Rega menghela nafas berat. Mungkin saat ini bukan hanya kakinya saja yang sakit tapi hatinya juga. Terasa teriris saat fela lebih memilih pergi untuk menemui daniel ketimbang menjaganya. Ia juga menyesal membiarkan fela pergi, namun ia juga merasa malu dan tidak berhak jika melarang fela pergi.
Pandangan rega menurun lagi. Kadang ia merasa harus menyerah dan benar benar melupakan perasaannya untuk fela. Karena menurutnya, fela pasti tetap akan minta berpisah besok. Pasti fela juga tetap memilih daniel nantinya, dari pada semakin larut mencintai dan akan semakin dalam luka yang akan rega dapatkan jika terus mencintai fela sampai akhir. Lebih baik berhenti sekarang, agar memperkecil luka yang akan ia dapatkan ditahun berikutnya.
Karena bagaimanapun rega mencoba, tetap saja fela bersikap sama. Tidak pernah menganggap perasaannya meski sudah tahu. Tetap diam dan tetap memilih bersama daniel. Itu saja sudah cukup membuktikan bahwa fela tak akan pernah berubah pikiran. Rega rasa kesempatannya untuk memenangkan hati fela itu kecil. Bukan kecil. Tapi tidak ada. Karena memang dari awal, kesempatan itu tidak pernah ada dan tak akan ada sampai kapanpun. Rega berpikir seperti itu. Namun rencana Tuhan siapa yang tahu.
Tidak lama setelah rega merenung, tiba-tiba pintu apartemennya terbuka. Rega agak mencondongkan badannya untuk melihat siapa yang datang, tunggu memangnya siapa yang akan datang kemari. Teman-temannya tidak mungkin. Kedua orang tuanya? Bisa jadi. Tapi untuk apa mereka kemari.
Rega mengernyitkan keningnya, kenapa masih belum ada yang terlihat. Padahal tadi jelas-jelas ada yang membuka pintu dan masuk. Rega tidak salah dengar kan. Rega mulai was-was, takut hal yang tidak diinginkan terjadi. Terhalang tembok, membuat rega tidak tahu pasti siapa yang datang. Rega mulai takut.
"Siapa?" Rega mencoba untuk berani membuka suara walau masih terlihat jelas diwajahnya bahwa ia sedang takut.
Tidak ada jawaban dari sana. Rega mulai parno. Bagaimana jika itu adalah maling, dan ia sedang sendirian disini. Kalau ia dibunuh bagaimana. Rega bergidik sendiri membayangkannya. Ingin berdiri tapi kakinya masih sakit. Ia tak sanggup berdiri.
Rega menarik nafas lalu bersuara lagi, "Siapa? Kalau situ manusia jawab, kalau bukan gak usah mending pergi langsung aja."
Lagi-lagi tidak ada jawaban. Namun beberapa saat kemudian, sebuah tangan muncul dari balik tembok dan sedang menenteng sebuah kresek putih.
Rega melotot kaget hingga terlonjak kebelakang bahkan rega sempat memekik tadi. Ia menyangka itu adalah tangan yang melayang. Namun sedetik kemudian tangan itu turun dan berganti dengan kepala seseorang yang muncul dari balik pintu dengan senyum lebar.
Rega tambah kaget, namun ternyata dia adalah fela. "Ngapain lo?"
Fela mengurangi senyum lebarnya, dan berjalan menuju rega dan menunjukkan seutuh tubuhnya. Ia berjalan dengan canggung, bibirnya ia kulum kedalam, jari-jarinya saling bertautan sambil memegang kresek putih itu berlogo itu.
Ia mendekati rega.Rega memandang fela dengan was-was. "Lo beneran fela kan?" Tanya rega saat fela berhenti tepat disampingnya.
Fela mengangguk pelan tiga kali.
"Ngapain masih disini? Bukannya mau pergi ketemu daniel?" Tanya rega dengan suara yang hampir tidak terdengar ketika mengucapkan kata daniel.
"Daniel batalin janjian nya." Jawab fela dusta. Karena jelas-jelas sekarang daniel sedang menunggunya. Sejujurnya fela lebih memilih bersama rega yang sedang sakit karena ucapan ibunya dulu. Jadi ia memutuskan untuk tidak pergi. Malah fela membelikan makanan untuk rega.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH MUDA [Completed]
Fiksi RemajaHanya takut untuk mengatakan, karena belum siap dengan jawaban. - regata agantara Jika takut mencoba memperjuangkan, maka mantapkan hatimu untuk menerima resiko. - felata anandara Cover by: Bella krunia 027 --------------- Felata anandara Gadis SM...