Part 4

5K 203 21
                                    

-Jam kosong dengan sejuta ide ala anak SMA-



Bel istirahat kedua sudah berbunyi 5 menit yang lalu, namun aku tak beranjak dari kelas. Duduk dibangku paling depan tanpa teman sebangku disampingnya. Yah, karena jumlah murid wanitanya ganjil dan jumlah murid laki-lakinya genap.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, lalu melihat Vino dan beberapa anak laki-laki sedang berada di depan papan tulis. Aku menyeretkan kakiku ke arah depan lalu ikut bergabung bersama mereka.

"Idih babang Vino cantik sekali." Ucapku yang terus tertawa.

"Aduh pasangannya mana nih?" tanyaku, lalu mengedarkan pandangan keseisi kelas.

Di kelas ini tak ramai namun juga tak sepi. Lebih didominasi anak laki-laki karena mungkin yang wanita sedang asik membeli makanan di kantin.

"Adi, sini deh." Teriakku yang melihat dia sedang mojok di belakang lalu bermain game bersama yang lain.

"Apaan?" katanya yang terus berjalan hingga sampai didepanku.

"Woy ambilin bangku dong ke depan." Kataku sambil melihat kearah Dani yang berdiri disamping Vino.

Setelah Dani sedang sibuk mengambil bangku. Aku beranjak mengambil sapu dan serokan yang berada dipojok kelas. Lalu tak lupa dengan kain yang tergeletak di atas meja yang entah punya siapa.

"Nah Vin, kamu dikiri. Terus Adi duduk dikanannya." Ucapku yang langsung dituruti mereka berdua.

"Woy kamu yang dibelakang. Anak cowok yang lagi main game. Maju dong." Ucapku dengan sedikit teriak.

Tak lama semua murid di kelas ini menatap kearahku dengan penuh tanda tanya.

"Pegang nih sapu, berdiri disampingnya." Kataku kepada laki-laki yang sudah berdiri disamping Vino dan juga Adi.

Kemudian, aku langsung memakaikan kain di atas kepala Vino dan juga Adi. Yang kebetulan kerudung yang dipakai Vino memang belum terlepas dari kepalanya.

Lalu seketika semua orang yang ada di kelas tertawa begitu saja.

"Aduh sumpah, Git. Kamu tuh paling tau ide terkreatif." Teriak Slamet yang langsung berjalan menghampiri kedepan.

"Woy, ada yang lagi nikah nih gak ada yang ngucapin selamat." Teriakku kepada semua seisi kelas.

Setelah mengucapkan itu semua murid dikelas X IPS 1 langsung berdiri, bersiap bersalaman. Bahkan anak murid yang baru masuk setelah dari kantin langsung berbaur begitu saja.


Ada juga yang langsung berinisiatif membuat panggung kecil-kecil di dekat pengantin. Menyanyikan dangdut layaknya benar-benar acara nikahan sungguhan. Lalu ada juga yang tiba-tiba menjadi pagar ayu seakan-akan mempersilahkan tamu undangannya untuk menikmati hidangan.

"Digoyang terus, Dit." Teriaku yang sudah duduk dibangku.

"Siap, Git. Mau lagu apa lagi nih?" tanya Dita menatap ke semua anak-anak yang sudah kumpul di kelas.

"Geboy mujaer dong." Teriak beberapa siswa.

Tak lama, terdengar musik kembali dari ponsel salah satu siswa dan Dita terus bernyanyi layaknya biduan.

"Cemerlang emang otak kamu, Git." Kata seseorang yang langsung duduk disampingku.

"Dari dulu kali." Kataku yang kemudian tertawa.

"Aku mau nanya boleh?" katanya.

"Nanya apaan, Gam?" tanyaku dengan raut wajah bingung.

"Kita dikelas ini udah hampir setahun. Minggu depan udah UAS. Setelah merhatiin kamu, kamu orangnya humble, banyak ngelucu juga kalau sama anak-anak, dan aku sering lihat kamu ketawa." Ucap Agam lalu menghumbuskan napas kasarnya.

"Terus." Kataku kepadanya.

"Tapi, tiap kali aku lihat kamu. Aku ngerasa setiap kali kamu ketawa, tawamu beda sama yang lain. Tawa kamu selalu sama setiap harinya. Mungkin bisa bisa dibilang kamu itu ketawa cuma pengin ngelepas beban tiap harinya." Ucap Agam.

"Berasa soklah adalah tempat yang pas untuk menghilangkan sejenak kerumitan problem kamu." Lanjut Agam yang masih menatapku.

Aku tak langsung menjawab, diam sejenak lalu berpikir bagaimana caranya menjawab apa yang Agam ucapkan.

"Aku yakin, kamu setiap hari selalu nebak bagaimana sifatku yang sebenarnya. Right?" kataku yang balik bertanya.

Agam tak menjawab, tapi dia hanya mengangguk dengan tegas.

"Aku saranin lebih baik berhenti buat nyari tau. Karena aku yakin kamu gak akan pernah tahu sedikit pun." Ucapku dengan wajah datar.


Lalu berdiri dan memajukan meja yang ada di depan lalu pergi keluar kelas begitu saja. Tanpa aku melihat suasana kelas yang cukup ramai karena ide gila mereka.




-Jangan lupa senyum untuk aktivitas pagi ini-

Gita Nadiva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang