Part 43

2.2K 108 28
                                    

Jantungku sudah berdetak tak karuan, memompa darah dengan begitu cepatnya. Hingga konsen belajarku berkurang drastis.

Buku IPA yang aku pegang kini berganti menjadi buku Bahasa Indonesia, tapi tetap saja detakan jantung tak pernah berhenti begitu saja. Seakan-akan aku sudah ketukan sebelum memberitahukannya kepada Ayah.

"Ayah sudah selesai makan, ingin melihat nilai sekolah kamu hari ini." Ucap Ayah yang ada dihadapanku dengan suara tegasnya.

Aku tak berani menjawab, hanya mengangguk dan mengeluarkan beberapa buku.

Ayah membukanya satu persatu, mendapati angka 80 dan juga 90 didalam setiap bukunya. Lalu, Ayah meletakkan kembali bukunya tepat di depan aku.

"Masih ada yang lain lagi selain itu?" tanya Ayah.

Aku mengangguk lalu mengeluarkan kertas dari dalam saku kantung celana bermainku. "Tapi Ayah jangan marah." Kataku lirih sebelum memberikannya kepada Ayah.

Ayah langsung mengambil kertas itu dan membukanya. Dia terkejut dan wajahnya sudah menahan amarah. Aku tak tahan lagi, akhirnya tangisanku pecah dengan terus mengucapkan kata maaf ke Ayah.

Plak... plak... plak... Ayah terus memukul bagian badanku.

"Kamu itu kenapa bodoh sekali." Ucap Ayah yang masih Marah.

Plak....

Kali ini lebih sakit karena aku lihat Ayah sudah memukulku dengan gantungan baju.

Plak....

"Mangkannya jangan kebanyakan main. Belajar!" Ucap Ayah dengan nada tingginya.

Plak... Plak...

"Maaf." Kataku dengan terus terisak.


Lalu bayangan itu pun menghilang, mulai dengan kegelapan yang begitu larut tanpa penerangan. Hingga ingatan masa lalu pun kembali muncul.


"Gita ini bacanya apa?" tanya Uwa menatapku.

"Ini Budo." Ucapku setelah memikir panjang.

Pletak...

Jitakan itu meleset sedikit keras di pucak kepalaku. Sedikit meringis akan kata kesatikan.

"Itu tuh A bukan O." Marah Uwa karena aku tak kunjung mengerti.

"Liat tuh Mba kamu. Mba Gracia sekarang duduk kelas 1 SD, lulus TK dengan nilai yang baik. Uwa tahu kamu gak TK tapi seenggaknya kamu coba bisa seperti Mbamu." Lanjut Uwa yang masih meninggikan suaranya.

"Kamu itu tahun depan udah mau masuk kelas 1 SD. Masa baca aja masih ada yang salah." Tegas Uwa.

Aku menunduk takut, lalu mulai kembali belajar membaca. Setiap ketika salah membaca pasti selalu ada jitakan yang akan aku rasakan di kepala. Jika tak ada jitakan maka akan ada amarah yang keluar begitu saja dari mulutnya.





Hatiku begitu sesak ketika aku bangun dari tidur, aku mencoba melihat jam yang berada di dinding yang sedang menunjukan pukul 05.10 pagi. Aku menghela napas lalu mencoba bangun dan berjalan ke arah kamar mandi.

Gita Nadiva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang