Kita semua sedang duduk membentuk lingkaran karena baru selesai bermain basket. Masih ada Adi, Tama, Nuel, Bayu, serta pasangan mereka masing-masing. "Lomba lari yuk." Celetuk Nuel ketika kita sedang beristirahat.
"Ayo siapa takut." Sahutku. "Yang kalah gendong yang menang yak." Timpal Adi.
Aku pun mengangguk mantap. "Aku gak ikut deh, cape." Ucap Dewi yang sedang merehatkan kakinya.
"Aku juga." Kata Kayla dan Hana dengan serempak. Tinggal Ina yang tersisa.
Semua laki-laki dan aku menatap Ina. "Ngeliatin kalian aja deh." Sahutnya dengan senyuman lalu disusul usapan lembut di atas kepala Ina yang asalnya dari Nuel.
"Yah aku cewek sendirian dong." Kataku. "Aku jadi wasit aja deh." Lanjutku.
"Jangan lah." Sanggah Tama dan Nuel dengan serempak. "Biar Bayu aja yang jadi wasit." Lanjut Tama.
Bayu dan Adi pun mengangguk setuju. "Ayo lomba lari sekarang." Ajakku sambil berdiri dengan diikuti yang lainnya.
Aku mengambil posisi paling ujung. Bayu di pinggir lapangan, lalu di susul dengan Adi,Tama, Nuel, dan baru lah aku yang posisinya di samping Nuel. Kita semua sedang mengambil posisi untuk siap mengambil ancang-ancang.
"Oke. Sudah siap semuanya." Yang diangguki oleh kita berempat.
"Satu." Teriak Bayu yang langsung menjadi aba-aba kita semua.
"Dua..."
"Tiga."
Hitungan ketiga, Adi, Tama, dan Nuel langsung berlari lurus kedepan. Tapi tidak denganku. Hingga teriakan Bayu membuat mereka yang sedang berlari terdiam di tempat. "Gita kenapa gak ikut lari." Teriak Bayu dengan kebingungan.
"Tadi Kak Bayu ngitungnya sampai berapa?" tanyaku yang masih melakukan ancang-ancang untuk berlari.
"Sampai tiga." Jawabnya cepat. "Ya udah berarti aku belum disuruh lari."
Raut wajahnya semakin bingung. "Loh kok."
Aku langsung mengangguk. "Urutannya kan Adi ke satu, Kak Tama ke dua, Kak Nuel ke tiga. Lah, aku kan ke empat." Kataku dengan senyum jahilnya.
"GITA SIALAN." Teriak mereka serempak. Aku berlari menghindari amukan masa dan yang perempuan sudah tertawa dengan keras dipinggir lapangan. Menyaksikan aku yang sedang dikejar oleh para laki-laki.
*** *** ***
Aku mengamati mereka semua satu persatu yang sudah menemani aku hingga sore seperti ini. "Besok kalian ikut nganterin Kak Gara?" Bayu yang mendengar itu pun langsung mengangguk dengan mantap.
"Harus ikut dong, wajib hukumnya." Jelas Ardi yang menatapku dengan alis terangkat.
"Iya bener, kita juga di suruh Gara buat nganterin dia ke bandara kok." Ucap Nuel yang diangguki oleh semuanya.
Sedangkan aku hanya menghela napas yang entah untuk apa memikirkan semua ini.
"Git, ayo makan." Teriak Omah yang membuyarkan isi pikiranku. Aku yang sedari tadi membaringkan tubuhku di sofa pun akhirnya beranjak.
"Tadi habis ngapain aja?" tanya Ayah yang melihatku sudah mengambil tempat duduk.
"Main sama temen-temen Gita." Aku langsung membuka piring dan mengambil nasi serta beberapa lauk.
"Omah sudah ambil rapot kamu, Git." Mendengar ucapannya, seketika aku berhenti makan.
"Kata wali kelasmu. Kamu peringkat pertama." Jelas Omah. "Walaupun sekarang jurusanmu IPS tapi Omah bangga kamu sudah kerja keras mendapatkan itu semua." Lanjut Omah.
Aku kembali melanjutkan kegiatan makanku yang tertunda. "Makasih Omah." Sahutku. "Alka kemana?" tanyaku yang mengambil perhatian.
"Alka di ajak main sama saudara-sudaramu. Nanti juga mereka jam 9 pulang." Kata Bunda.
Kepalaku mengangguk-ngangguk tanda mengerti. "Kamu sehat, Git?" tanya Omah dengan sorot mata menatapku.
"Seperti yang Omah lihat." Tapi mata Omah masih menelisik jauh kepadaku, lalu berganti menatap Bunda dan Ayah.
"Semua salah Ayah dan Bundamu, mereka terlalu memikirkan diri sendiri hingga lupa jika ada anaknya yang membutuhkan segalanya." Ujar Omah yang sangat menusuk.
"Sudah lah, jika Omah seperti itu sama saja Omah akan menyikiti anak dan menantu Omah sendiri." Lalu aku meneguk air putih hingga tandas tak tersisa. "Lantas, Omah akan terlihat sama saja seperti Ayah dan Bunda." Lanjutku.
Aku menatap mereka bertiga secara bergantian. "Yang lalu biarlah menjadi masa lalu. Toh sekarang, hubunganku dengan Ayah dan Bunda semakin membaik."
Kemudian berdiri dan mencium pipi mereka bertiga satu per satu. "Gita langsung tidur, good night." Lalu pergi meninggalkan mereka yang masih dimeja makan.
"Anakmu sangat dewasa." Ujar Omah dengan senyuman.
"Aku pun tak menyangka dia akan sekuat dan sedewasa itu." Sahut Ayah yang juga ikut tersenyum.
"Tapi sepertinya, cucu Omah yang satu itu sedang ada masalah kecil." Timpal Bunda.
Omah sudah membulatkan mata ke arah Bunda. "Masalah apa?" tanyanya.
"Percintaan, mungkin." Jawab Ayah dan Bunda dengan senyum manisnya. Omah tersenyum simpul mendengar itu semua.
Setidaknya malam ini mereka semua larut ke dalam hal-hal yang menyenangkan layaknya sebah keluarga. Berbincang dengan canda dan tawa, hingga membicarakan seseorang yang mungkin sekarang sedang tertidur di kamarnya.
Menurut kalian gita bakal ikut nganterin gara apa enggak??
-Jangan lupa bahagia di hari minggu-
KAMU SEDANG MEMBACA
Gita Nadiva (END)
FanfictionHigh Rank : Rank 1 pendek #02Februari2020 Rank 1 diary #16Maret2020 Rank 1 cerita #27Mei2020 Wanita dengan paras imut dan rabut pendek juga kacamata yang selalu menjadi ciri khasnya. Memiliki banyak sahabat yang selalu membuat harinya berwarna. ...