-Luka yang belum sembuh-
Sehabis shalat isya aku langsung ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Menyita waktu sekitar 30-40 menit berada di kamar mandi. Setelahnya keluar dan langsung ke bawah untuk mencari Alka.
Aku membuka pintu kamarnya namun dia tak ada. Sudah mencari kepenjuru rumah namun tak menemukannya juga.
"Habis shalat langsung main nih pasti." Gumamku bermonolog.
Aku langsung berlari ke kamar dan mengambil hpku lalu mencari kontak dengan nama Alka. Setelah ketemu lantas aku langsung menelfonnya.
"Hallo kak." Ucap Alka di sebrang sana.
"Sekarang jam berapa dek?" tanyaku kepadanya.
"Jam 8 kak." Jawabnya dengan lirih.
"PULANG." Teriakku dengan kepadanya.
Setelahnya langsung aku matikan panggilan dengan Alka.
Duduk di sofa sambil membaca buku sosiologi yang besok adalah mata pelajaran di jam pertama.
"Assalamualaikum kak." Ucapnya dengan kepala tertunduk.
"Walaikumsalam." Jawabku sambil meliriknya.
"Udah berapa kali kakak bilang kalau habis shalat isya tuh pulang, terus belajar jangan main lagi. Emang pulang sekolah waktunya belum puas buat main berjam-jam." Ketusku kepadanya.
"Maaf kak." Ucapnya lirih.
"Maaf, maaf mulu. Gak usah nangis. Kaya gitu aja kok cengeng." Kataku dengan sedikit teriak.
"Duduk situ, belajar. Kerjain soalnya sampe bener semua, gak bener semua gak boleh balik ke kamar." Lanjutku.
Tak lama dia langsung duduk mengerjakan 5 soal matematika dan 5 soal dari berbagai mapel yang berbeda.
Sengaja aku buat seperti itu, untuk mengetahui samapi sejauh mana kemampuannya.
"Udah nih kak." Ucapnya yang telah mengerjakan selama hampir 1 jam.
Aku mengoreksinya dengan teliti, lalu sedikit kesal karena soal matematikanya yang benar hanya 1. Terpampang jelas nilai 50 yang aku goreskan.
"Bagus, besok-besok banyakin mainnya lagi yah." Teriakku tepat di depan wajahnya.
"Gita." Ucap seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumahnya.
"Kenapa kamu marahin adik kamu malam-malam gini?" lanjutnya yang langsung duduk disamping Alka.
"Tuh liat aja, di kasih soal gampang gitu kok malam dapet 50. Kebanyakan main sih." Ucapku santai.
"Kamu kan bisa ngajarin adik kamu baik-baik, gak usah dimarahin gitu." Katanya yang masih mengelus rambut Alka.
"Lagian itu soalnya susah kak, perkaliannya belum diajarin." Ucap Alka.
"Di rumah kakak ajarin perkalian gak?" tanyaku arahnya.
"Diajarin." Ucapnya yang menunduk.
"Gita, udah. Alka masih kecil gak seharusnya kamu omelin kaya gitu." Tegas Ayah kepadaku.
"Mental dan psikisnya masih rapuh, salah caranya kalau kamu ngasih tahu dengan marah-marah kaya gini. Yang ada gedenya dia bakal keinget terus sama kejadian kaya gini." Lanjutnya menatap tajam kepada.
"Ayah baru sadar kalau mental anak kecil masih rapuh? Terus apa bedanya aku sama Alka?" tanyaku dengan wajah datar.
"Ayah gak sadar gimana dulu teriakan Ayah waktu aku kecil. Ayah gak sadar gimana sakitnya badan aku waktu kena gesper. Ayah gak inget waktu bentak aku dulu." Lanjutku dengan terus menatap Ayah.
"Lalu sekarang Ayah baru sadar? Terus gimana sama kecil aku?ADA YANG BISA JELASIN GAK?" tanyaku dengan amarah yang tertahan.
Ayah tak kunjung menjawab, hanya diam lalu membisu seakan-akan bibirnya kelu tak dapat berseteru.
Emosiku yang tak dapat di tahan lagi, aku pun langsung berjalan ke lantai dua lalu masuk kedalam kamar dan mengunci dari dalam.
"Sialan." Ucapku yang langsung menonjok tembok dengan bertubi-tubi.
Lebam di tangan akibat semalam belum pulih sekarang ditambah lagi dengan lebam yang baru. Yang tadinya pink ke merah-merahan sekarang jelas sekali merah dan mengeluarkan darah sedikit.
Mengeluarkan darah sekalipun tak membuat tanganku terasa sakit yang ada justru seperti mati rasa.
-JANGANG LUPA PERBAYAK BAHAGIA LALU PERKECILAH MENANGIS-
![](https://img.wattpad.com/cover/198595307-288-k294063.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gita Nadiva (END)
FanfictionHigh Rank : Rank 1 pendek #02Februari2020 Rank 1 diary #16Maret2020 Rank 1 cerita #27Mei2020 Wanita dengan paras imut dan rabut pendek juga kacamata yang selalu menjadi ciri khasnya. Memiliki banyak sahabat yang selalu membuat harinya berwarna. ...