-Sakit yang mendalam-
Jam demi jam terlewat begitu saja, hari terus berjalan dimana hari minggu ini adalah hari terakhir aku dan Anton latihan.
Berlari mengelilingi lapangan sebanyak 30 kali sudah tak menjadi beban untuk aku apalagi bagi Anton.
Latihan dari pagi hingga sore sudah menjadi kewajiban kita berdua untuk terus berjuang menampilkan penampilan terbaik. Yah setidaknya begitu.
"Karena dari subuh kita latihan dan perkembangan kalian udah terlihat sangat maju. Latihan kita berakhir sampai disini. Kalian bisa pulang dan langsung istirahat." Perintah Nuel kepada aku dan Anton.
Aku menatap mereka bertiga secara bergantian lalu mengembuskan napas kasar. "Ini masih jam 3 sore, serius sampe jam 3 ini aja?" tanyaku kepada mereka.
"Astaga, kamu gak cape emangnya Git?" tanya Ina dengan nada kesal.
"Cape sih, cuma seru aja kak." Jawabku dengan cekikikan.
Anton melihat itu hanya tertawa. "Gak ada capenya dia mah kak. Tiap habis latihan bareng kita aja. Dia latihan lagi bareng Kak Gara sampe malem." Ujar Adi yang langsung mendapat jitakan dariku.
"Jangan langsung buka karu as dong." Kataku setelah menjitaknya.
"Jangan terlalu membebani tubuh kamu sendiri Git." Ucap Nuel dengan tatapan tajamnya.
"Iya bener Git. Kamu harus banyak istirahat hari ini. Besok pagi jam 8 kita kumpul di sekolah, besok berangkat ke Yogya jam 9 dari sekolah." Jelas Ina.
Aku hanya diam mendengarkannya dengan patuh. "Besok berangkat dari sekolah pake apa?" tanya Anton.
"Pake mobil kakak dari sini buat ke bandara." Jawab Gara yang langsung diangguki oleh Anton. "Masalah hotel udah bereskan?" lanjut Gara.
"Udah diboking sama pihak sekolah, kebetulan hotelnya juga deket dari kampus." Jawab Ina. "Tiket kalian semua ada di Nuel besok dibagiin tiketnya sebelum berangkat kebandara." Lanjut Ina.
"Bawa keperluan seperlunya aja. Kita di sana sampe hari kamis. Jum'at pagi kita pulang." Ucap Gara memperjelas semuanya.
Aku hanya mengangguk patuh tanpa membalas ucapan mereka. Pikiranku sedang tak ada dalam mode stabil. Entahlah aku pun bingung memikirkannya.
*** *** ***
"Kepala sekolah telpon Ayah tadi siang." Ucap Ayah ketika aku baru sampai rumah.
"Terus." Sahutku santai.
"Katanya kamu ikut turnamen karate di Yogya. Jadi Ayah ijinin. Tapi Ayah minta tolong jangan ngecewain Ayah dengan bawa piala kosong pura-pura kamu ke rumah." Tutur Ayah.
Aku tersenyum kecut mendengar itu semua. "Piala kosong? Percuma dijelasin berkali-kali juga." Sahutku yang masih santai.
"Jangan buat Ayah dan Bundamu kecewa." Ujar Ayah.
Aku tertawa kecil. "Kecewe? Ayah sama Bunda kecewe?" tanyaku. "Aku berusaha berkali-kali buat Ayah sama Bunda gak kecewe. Tapi malah berkali-kali Ayah sama Bunda yang ngebuat luka lama di aku kembali kebuka." Lanjutku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gita Nadiva (END)
FanfictionHigh Rank : Rank 1 pendek #02Februari2020 Rank 1 diary #16Maret2020 Rank 1 cerita #27Mei2020 Wanita dengan paras imut dan rabut pendek juga kacamata yang selalu menjadi ciri khasnya. Memiliki banyak sahabat yang selalu membuat harinya berwarna. ...