Part 43 (2)

2.3K 110 23
                                    

Gara membawaku ke sebuah klinik yang setelahnya berakhir di sebuah cafe dengan berbagai paksaan yang dia layangkan kepadaku. Mau menolak pun rasanya aku tak tega. Tapi mau bagaimana lagi niatnya ingin sendiri pun akhirnya tak jadi.

Dari tadi aku tak bersuara ketika sudah duduk di dalam cafe bersama Gara. Bagaimana mau bersuara, rasanya suaraku seperti menghilang begitu saja. Hinggateriakannya membuatku terlonjak kaget.

"Gita." Panggil Gara dengan sedikit berteriak. "Hah, saya." Kataku dengan kaget karena Gara sudha tertawa dengan indahnya di depanku. "Iya mba yang disitu silahkan maju." Ucap pembawa acara berada di panggung kecil yang dibuat oleh cafe ini setiap hari libur tiba.

"Hah, saya?" tanyaku lagi sambil menunjuk diri sendiri. Gara sudah tersenyum lebar lalu mencoba merapihkan ramputku dengan tangannya sendiri. "Maju gih, nyanyi yang bagus yah." Ucapnya dengan mengelus lembut kepalaku.

"Kakak ngerjain aku yah." Mataku sudah membulat sempurna kepada Gara. Dia bukannya merasa bersalah namun justru asik dengan minumannya. "Maju gih, Git. Kapan lagi kan kakak bisa dengerin kamu nyanyi." Sahut Gara sambil tersenyum.


Aku menghela napas sesaat karena semua mata yang ada di cafe ini sudah menatap ke arahku. "Mari kita beri tepuk tangan untuk wanita cantik yang satu ini." Sambut pembawa acara yang sudah melihatku berdiri disampinya.

Sedangkan Gara hanya menatapku dengan sebuah senyuman dengan tangan yang terangkat ke udara seperti mengatakan semangat Gita, lalu aku hanya membalasnya dengan raut wajah yang datar.



Sementara aku masih memikirkan lagu apa yang harus aku nyanyikan nanti, aku berjalan ke arah gitar yang sudah disediakan oleh pemilik cafe. Kemudian aku duduk dengan gitar yang sudah berada di pangkuanku.

Senyumku terbit ketika Gara melihat ke arahku dan tersenyum bahagia disana. "Saya akan bawakan sebuah lagu dari Brisia Jodie dengan judul kisahku." Setelahnya petikan gitar pun aku dimulai dengan perlahan.


Pagi ini aku bermimpi akan kah jadi kenyataan

Bisanya kau mengubah rasa jadi makin cinta

Apakah rasamu kan sama ku harap kau pun rasa

Namun ku sadari akhirnya kamu tidak cinta


Mataku menatap manik mata milik Gara dengan teduh, aku tersenyum manis ketika dia terus menatapku tanpa berkedip. Entah apa yang sedang dia pikirkan namun aku selalu menebak-nebak semua pemikirannya.


Cukup aku rasakan ini cukup aku rasakan ini

Sakit sekali sakit sekali

Tak usah kau tanyakan lagi tak usah kau hindari lagi

Dan hingga kini ku sendiri lagi... Kini



"Jujur, Git." Ucap Reyhan. "Kamu sayangkan sama Gara?" lanjutnya.

Aku tak berani menatapnya setelah berpelukan tadi, namun kepalaku mengangguk untuk membenarkan semua perkataannya. "Kenapa kamu gak bilang ke Gara?"

"Aku?" tanyaku kepada diriku sendiri. "Aku tahu rasa ini muncul sejak aku SMP, tapi sayangnya aku terlalu takut buat ngehancurin persahabatan dengan dia."

Gita Nadiva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang