Part 31 (3)

2.4K 108 17
                                    

-Leader?"







"Sorry Git, kali ini Abang keberatan soal leader." Sanggah Rio kepadaku.

"Oke, siapa yang keberatan lagi?" tanyaku menatap yang lain.

Hampir semua mengangkatkan tangan, aku dibuat pusing dengan tindakan mereka. Dengan melihat semua yang nampak tak setuju dengan leadernya akhirnya aku mengeluarkan ponsel.


"Tadi ada yang setuju sama banyak yang gak setuju kalau aku jadi jadi leader. Kenapa sekarang malah hampir semua ngedukung buat jadi leder. Aneh." Kesalku dalam hati.


"Diem semuanya dan dengerin baik-baik." Kataku sambil mengeraskan pengeras suara.

Nada sambung berjalan sesaat sebelum akhirnya diangkat oleh orang di seberang sana.

"Apaan sih dek, pake nelpon segala. Bukannya kamu lagi rapat yah. Wah kabur yah kamu, gak jadi abang beliin oleh-oleh buat kamu dari lombok nih." Ucap laki-laki di seberang sana.

"Bang Afan image-nya udah luntur bang." Sahutku sambil terkekeh.

"Jangan bilang kamu masih rapat." Ucap Afan berubah menjadi dingin dan tegas.

"Tuh tau." Timpalku santai.

"Ada apaan?"

"Biasa aja dong bang, gak usah ngegas." Kekehku pelan.

"Lagi kamu bikin abang malu. Abang pecat juga kamu jadi adek." Ucapnya dengan tawa diujung sana.

"2 kali fan lebih dari 60 orang ngedenger seorang Afan ngomong lebih dari 4 kata." Teriak Rio disusul kekehan yang lain.

"Sialan." Teriak Afan di ujung sana.

"Santai bang, santai. Gita mau nanya nih." Ucapku mulai serius.

Semuanya diam mendengarkan. Diujung sana pun diam mendengerkan.

"GITA NUNJUK KAK REYHAN SAMA KAK ARTUR BUAT JADI LEADER TAPI BANYAK YANG GAK SETUJU." Teriakku di telpon dengan nada kesal.

Yang lain tersentak, yang ditelpon justru tertawa terpingkal-pingkal.

Tawanya mereda. "Ada tanda merah." Ucapnya dingin dan tegas.

Aku tersendak kaget. "Disana?" tanyaku hati-hati.

"Iya."

Yang lain nampak bingung dengan pembicaraanku sementara 20 orang yang termasuk Rio di dalamnya sudah tak ada raut bingung. Mereka justru khawatir.

"Pembina tahu?" tanyaku lagi. Aku memejamkan mata sebentar.

"Tahu, tapi beliau yakin sama kamu."

"Berapa?" tanyaku kembali.

"2" jawab Afan dengan tegas.

Aku menghela napas gusar. "Jangan bilang..."

Gita Nadiva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang