(7) "sama-sama"

7.1K 350 54
                                    

Brraaak...!!!

Anneth sedikit terlonjak mendengar beberapa kaleng berjatuhan dari kantong belanja bundanya. Deven baru saja meletakkan belanjaan dengan setengah membanting kemudian menatap tajam ke mata anneth. Tapi apa daya, mata gadis cantik itu terlalu kuat untuk gentar dengan sebuah tatapan.

"Deven..." tegur sang mama dari belakang.

"Anneth bantu susun barang ya bun" pamit anneth berlalu dari hadapan deven membawa kantongnya menuju dapur.

"Mama kenapa sih ma ? Deven kan masih bisa sempetin pulang ke rumah satu atau dua minggu sekali. Mama gak perlu lah sampai angkat anak segala" protes putranya yang duduk di bangku ruang makan.

"Yang angkat anak itu siapa ?" balas mamanya sangat tenang mengusap punggung putranya. "Memangnya kamu kenapa sih sampai sebenci itu sama anneth. Anneth itu baik lho padahal" ucap mamanya.

"Ma..." keluh deven.

"Mama gak tau aja kalo dia super nyebelin gitu. Bikin deven gerah aja" tukasnya.

"Waaaah anak mama jantan amat baru liat cewek cantik bawaannya udah gerah aja". Telak, nyaris seluruh air di mulutnya tersembur mendengar ucapan mamanya.

Deven tergesa menelan airnya sampai sedikit terbatuk. "Ma yang bener aja ma sama bocah SMA kayak gitu? Ya tuhan ma, mama dengerin deven ya ---" ucapnya mengubah posisi menatap mamanya dengan serius.

"Ma, deven ini sudah 23 tahun bukan anak kecil lagi. Deven sudah punya calon, dokter muda cantik pintar. Jadi mustahil bagi deven buat lirik dia yang masih bocah dan petakilan gitu ma, oke ?"jelasnya penuh penekanan walaupun tetap terdengar halus.

"Iya iya terserah kamu aja deh , tapi kamu jangan kasar dong sama anneth. Sayang, anneth itu lagi ditinggal orang tuanya ke ausie. Makanya orangtuanya nitipin dia di rumah kita. Lagi pula mama sangat senang ada anneth di rumah, mama jadi ada temen" jelas mamanya menumpukkan tangannya ke tangan deven.

Perbincangan sepasang ibu anak itu terhenti sebentar karena derap langkah dari arah dapur. "Bun, anneth izin ke kamar sebentar ya bun" pamit anneth dengan baik. Tapi tetap saja kalimat lembutnya mendapat tatapan sinis dari lawannya.

"Deven juga bun , eh ma" ucap deven cepat sampai salah menyebut mamanya.

Deven berjalan cepat langkahnya hampir sejajar dengan anneth yang tengah menaiki beberapa anak tangga.

"Jangan lupa besok ke rumah sakit buat cek tangan lo" ucap deven lirih dan sangat datar. Kalimat sederhana yang jauh dari kata lembut membuat langkah anneth berhenti sebentar di anak tangga ke-5, menatap punggung deven yang sudah mendahuluinya. Bodohnya, anneth mengangguk polos saat deven, dokternya sudah berlalu.

* * *

Anneth baru saja menapaki sekitar empat anak tangga dari kamarnya. Ia ingin membantu bunda dan mbok menyiapkan untuk makan malam.
"Sayang sekalian panggil kak deven untuk turun" kata bundanya saat melihat keberadaan anneth.

Ia sudah sampai di depan pintu putih bertuliskan "deven's" dengan ukiran yang tertempel. Anneth menghela nafas dalam-alam sebelum mengetuk pintu dari musuhnya. Ini pasti pintu menuju neraka jahanam baginya.

Tok... Tok...

Selang berganti detik, pintu itu terbuka separuh menampilkan wajah segar si empunya kamar. Di depan anneth terpampang pemandangan indah dimana deven dengan wajah segar selepas mandi. Tiba-tiba saja tengorokan anneth kering kerontang sulit sekali untuk bersuara.

"Emmm... Itu dipanggil bunda" ucap anneth sangat pelan. Ia sudah takut-takut mendengar respon deven kemudian. Beruntung, hanya sebuah anggukan yang diterimanya.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang