(50) Biru - membiru

4.6K 325 80
                                    

Assalamualaikum guys nya...
Alhamdulillah masih bisa kita ketemu online ehehe...

Gimana kabar Baik?
Jaga kesehatan, jangan panik tapi tetap disiplinkan diri sesuai himbauan yaaa...
Kesehatan kalian lebih penting drpd liburan, piknik, aplg diskonan belanjaan.

* * * * *

Dua hari kemarin hanya hawa sepi yang Anneth rasa. Deven tengah larut dengan project gala dinnernya. Lusa lalu Deven hanya mengabarinya saat sudah sampai di rumah orang tuanya, itupun sudah hampir tengah malam. Terlebih lagi kemarin, sama sekali tidak ada kabar dari Deven sampai detik ke-47 di jam digital Anneth.

Dilema, itulah yang Anneth rasakan. Disatu sisi ia berusaha mengerti kondisi , kesibukan dan juga urgensi kegiatan Deven. Tapi sisi lain dalam hatinya tidak bisa menerima jika harinya tanpa Deven. Anneth menghela nafasnya terdengar sangt lelah, baru dua setengah hari Deven tidak ada disekitarnya rasanya Anneth sudah ingin meledak-ledak. Bagaimana nasibnya jika Deven berangkat memenuhi tugasnya nanti?

"Kenapa ?" satu telapak tangan kokoh mengacak puncak kepala Anneth. Anneth mendongakkan wajah sendunya.

"Deven ?" tanya orang itu, Anneth hanya mengangguk dengan bibirnya mengerucut. Mendengar namanya disebut membuat mata Anneth terasa panas.

"Kakak mau kemana ?" tanya Anneth.

"Nganter ini kata Uwa ini titipan mami" Friden menunjukkan paper bag yang Anneth juga tidak tau apa isinya.

"Kak Uwanya mana ?" tanya Anneth lagi.

"Kan jadwalnya dia shift malam" jawab Friden lagi. "Kamu kenapa ? Tengkar?" tanyanya mulai duduk di sebelah Anneth.

"Bukan tengkar" kata Anneth.

"Terus kenapa ini udah siap-siap mau nangis gini ?" Friden menunjuk mata Anneth yang kedua ujungnya mulai rembes air mata.

"Kak Deven dari lusa gak ada waktu sama sekali, sampai kasih kabar aja nggak kak" Anneth mulai mengawali ceritanya. Jika sudah bertemu Friden atau Clinton rasanya Anneth seperti menemukan tempat ternyaman untuk mengurkan semua isi hatinya tanpa kecuali.

"Sibuk sama kerjaan kan tapi bukan yang lain ?" ujar Friden mengusap bahu gadis yang sudah seperti adik kandungnya.

Anneth mengangguk beberapa kali dengan matanya yang semakin berkaca-kaca.

"Kak Deven mau dikirim ke lombok , buat bantuin di daerah bencana" bukan lagi berkaca-kaca, Anneth sudah menangis di depan Friden.

Tanpa ragu Friden langsung memeluk adik kecilnya memberinya ketenangan. "Semua pekerjaan ada resikonya neth, tanpa terkecuali. Apalagi pekerjaan semulia pekerjaan Deven. Pekerjaan yang jauh dari sosial macam pekerjaan kakak pun ada resikonya" ujar Friden.

Anneth beberapa kali mengangguk didalam dekapan Friden. Beberapa kali ia mengalami situasi pelik dalam hubungannya jika bukan Clinton maka Fridenlah tempatnya mencari ketenangan. Beruntungnya Anneth masih dikelilingi banyak sosok dewasa yang meredakan kelabilannya.

"Tapi Anneth gak bisa tanpa Kak Deven di dekat Anneth kak. baru tiga hari aja Anneth sesedih ini, apalagi dua bulan kak ?" adunya masih bersandar di dada bidang calon kakak iparnya.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang