(32) Airish ❤

6.5K 394 194
                                    

INI JATAH MALAM MINGGU (MINGGU INI)

Sekadar informasi:
Next part akan dilanjutkan jika vote & coment mencapai lebih dari 150. (Coment yg isinya cm tentang next dan semangat next TIDAK DIHITUNG).

Bukan mengancam atau too many request, tapi aku jg capek kalo responnya gini² aja...

____________

Hari sabtu, pagi-pagi sekali Anneth sudah berdandan rapi di rumahnya. Semalam Anneth sudah menceritakan mengenai Airish kepada keluarganya. Tak beda jauh dengan Anneth, respon keluarga sangat baik mendukung Anneth membantu merawat Airish. Malah Nashwa begitu terharu dan sangat ingin bertemu Airish jika sudah ada waktu.

Kemarin anneth baru pulang dari rumah sakit setelah berhasil membuat Airish tidur pulas dalam dekapannya. Bertemu dengan Airish, Anneth berhasil menemukan satu bakat barunya, mendongeng. Cerita dongeng tentang putri kerajaan dan pangeran baik berhasil membuat Airish tenang memeluknya.

Hati anneth sempat merasa pedih saat semalam Airish menceritakan kebersamaannya dengan sang ibu. "Rumah Airish jelek tapi Airish suka. Kata ibu di rumah bagus orang-orangnya suka sibuk dan gak enak" ucapnya polos. Anneth hanya tersenyum sembari mengusap kepala Airish.

Menatap wajah Airish lamat-lamat membuat teringat kesalahannya sebelumnya. Meskipun malam itu Anneth belum mengenal Airish, tapu Anneth merasa bersalah tidak ikut meresapi duka yang Airish rasakan. Tapi ia justru bersikap marah kepada Deven yang sedang berduka atas Airish.

"Airish sudah tidur ?" suara deven membuat anneth menolehkan kepalanya sedikit, kemudian mengangguk. Perlahan Anneth menarik lengannya yang dipakai sebagai bantal oleh Airish.

Anneth duduk di kasur Airish melihat deven duduk di kursi yang ada di dekatnya. Deven baru selesai memeriksa pasien-pasiennya. Tampak sekali guratan lelah di wajah tampannya. Masih banyak duka yang deven simpan atas Airish dan ibunya.

Tanpa aba-aba, tiba-tiba Anneth mengulur tangannya mengusap sisi wajah deven. Tangannya bergerak lembut seperti sedang mengusir kepenatan deven dengan lembut. Mata anneth menatap wajah deven lamat-lamat, kemudian perlahan tersenyum tipis. 

"Jangan capek-capek" ucapan anneth sangat lirih. Tapi dapat tertangkap jelas oleh telinga deven yang berjarak dekat.

Deven hanya mematung, tidak bergerak, tidak pula mengubah raut wajahnya sejak awal. Anneth sendiri juga tidak dapat menebak apa yang deven rasakan dari ekspresinya. Apakah deven senang atau justru ia masih mempertahankan kekecewaannya pada anneth ?

Cup...

Anneth mengecup lembut bibir tipis deven yang sejak tadi tidak mengulas senyum untuknya. Kecupan lembut, halus dan tidak terburu-buru, cukup untuk menyalurkan rasa rindu anneth untuk deven. Selesai mengecup bibir deven, anneth masih menangkup wajah deven dengan satu tangannya. Sedangkan deven hanya melipat bibirnya ke dalam, mencecap sisa kecupan anneth.

"Kamu mau pulang sekarang?" tanya deven dengan seulas senyum singkat. Anneth mengangguk, hanya seulas senyum singkat saja hati anneth sudah menghangat. Anneth selalu mengingatkan hatinya sejak tadi bahwa wajar jika deven masih belum bersikap seperti biasa. Deven sedang dalam keadaan berduka dan mungkin juga masih ada sisa-sisa kecewa di dalamnya.

Keduanya berjalan menuju area basement rumah sakit. Namun langkah pulang tidak lagi seperti saat mereka baru sampai di rumah sakit tadi siang. Pijakan kaki keduanya tidak terburu-buru. Deven juga tidak meninggalkan langkah anneth di belakangnya. Langkahnya sejajar, seirama dengan sepuluh jemari yang salung bertaut. Setidaknya lebih hangat meskipun masih belum ada percakapan manis seperti biasanya.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang