(26) Gugup

6.8K 336 83
                                    

Kaget nggak nih tiba-tiba aku up lagi ?
Hahaha gapapa lah ya up sekarang.
___________

Dalam perjalanan menuju rumah bundanya, pikiran anneth masih terfokus pada sebuah kertas berwarna biru muda yang tadi ia temukan.

To: deven ❤

Hai, apa kabar dev. Lama banget gak saling tau. Segitu sibuknya sekarang di RS ? Haha
Aku cuma sekedar mau kasih sinyal kalo aku masih hidup aja kok. Dev, disini rame tapi rasanya sepi. Sepi gak ada kamu, gak ada clinton yang biasa bikin candaan.
Eh iya, ini aku kasih sweater kebetulan pas jalan aku nemu tempat bikin merchendise gini. Dipake ya, awas kalo gak.
Miss you orang sombong haha

Your beloved ex
Misellia

Ada sedikit sengatan-sengatan panas di dada anneth ketika membaca misell seperhatian ini kepada deven. Tapi rasanya tidak sepanas saat ia berseteru dengan nadine. Ntahlah anneth hanya menganggap ini sinyal pertemanan dari misell untuk deven, tidak lebih.

"Sayang..." kesekian kalinya deven memanggil anneth.

"Hah ya kenapa ?" jawabnya menoleh segera.

Deven bingung harus menyahut apa lagi. Tapi jika dilihat anneth tampak santai , tidak terlihat marah. "Itu apa ?" tanyanya.

Anneth mengulurkan kartu ucapan yang semula ia baca. "Kartu ucapan gitu , dari kak misell. Kamu nggak pernah hubungan sama kak misell lagi?" tanya anneth ternyata dijawab gelengan oleh deven.

"Kenapa ?" timpal anneth.

"Kenapa apanya ?" balas deven tidak mengerti. Memangnya bukannya lebih baik deven tidak berhubungan dengan misellia sehingga anneth tidak perlu merasa cemburu.

"Ya kenapa kok nggak pernah hubungin dia gitu?" jelas anneth.

Deven menghela nafas lelahnya "Kenapa sih sayang, aku gak tau menau lho tentang misell mau kasih itu lewat papanya. Tapi aku gak mungkin tolak kan tadi ?" jelas deven meminta pengertian anneth.

"Apa sih kak, anneth cuma tanya kok bukan mempermasalahin kak misell kasih ini. Anneth gak marah kak" jelas anneth tak kalah serius. Tapi deven tidak percaya begitu saja, dahinya masih bergaris menilik anneth. Ia takut kalau ini hanya jebakan semata.

Anneth tau reaksi deven masih menunjukkan deven tak mempercayai bahwa anneth tidak sedang marah atau memancing keributan. "Enggak sayang, aku beneran gak marah" ucapnya ulang menggelayuti lengan deven. Jika sudah begini barulah deven percaya.

"Aku tu trauma lho sama kemarahan kamu" ujar deven mencium wangi rambut anneth.

Tanpa jawaban, hanya senyum anneth mengembang mendengar pengakuan deven. Hatinya tenang, llu anneth menghadiahi sebuah kecupan singkat di pipi deven. Hadiah karena sudah membuatnya tenang sekaligus senang.

"Aduh jadi gak fokus liat jalanan kalo habis dapet ciuman" ujarnya meledek anneth yang bersemu-semu dalam senyum.

Anneth dan deven sudah tiba di halaman luas rumah deven. Keduanya berjalan dengan lengan deven yang dipeluk oleh anneth rapat-rapat. "Assalamualaikum bunda" saru anneth saat memasuki rumah besar keluarga Tanuwijaya.

"Waalaikumsalam. Yaampun anak bunda" pekik bundanya tergopoh menyambut anneth. "Lama banget gak main ke tempat bunda. Sibuk banget ya sayang kuliahnya ?" tanya bundanya merangkul calon menantu kesayangannya.

"Ya gitu bunda, makanya baru sempat" jawabnya tidak sepenuhnya jujur.

Sore itu hari anneth dipenuhi kecerahan menanggapi obrolan bundanya yang begitu antusias. Ah, anneth rindu saat-saat ia tinggal di rumah ini. Belum lagi deven yang sejak tadi tidak mau beralih sandar dari bahunya. Meskipun pandangannya terfokus pada layar tv di depannya, tapi ia begitu menikmati bersandar di bahu anneth. Aroma dan kehangatan anneth yang lama tidak ia dapati harus dibayar tuntas.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang